Jika Perppu KPK Ditolak DPR, Ahli: Tak Apa, Publik Akan Menilai
- VIVA.co.id/ Fajar Ginanjar Mukti
VIVA – Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti membeberkan tiga alasan Presiden Joko Widodo bisa terbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu atas Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah disetujui pihak DPR RI.
Menurut Bivitri, pada pertemuan beberapa ahli dengan Presiden Jokowi di Istana Negara beberapa waktu lalu, dia pertama kali mengklarifikasi pandangan beberapa pihak bahwa undang-undang yang berasal dari DPR tak bisa di Perppu kan.
"Jadi, kami perjelas kalau ada anggapan penerbitan Perppu adalah bentuk inkonstiusional. Pada Undang-undang Dasar pasal 22, Presiden berhak mengeluarkan Perppu," kata Bivitri dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne, #ILCHaruskahPerppuKPK, Selasa 1 Oktober 2019.
Kedua, ia pun menjelaskan, dalam pertemuan tersebut diperjelas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010 dikatakan bahwa penerbitan Perppu merupakan hak subjektif Presiden.
Ada tiga parameter dalam putusan MK tersebut, yakni pertama, adanya kebutuhan mendesak. Kedua, UU itu belum ada atau UU ada, tetapi tidak memadai mengatasi keadaan. Lalu, ketiga, adanya kekosongan hukum dan tidak bisa buat UU, karena membutuhkan proses.
"Ketika pak Presiden lebih memahami mendalam dari tiga ini ada kegentingan memaksa. Kegentingan memaksa pemerintahan negara berbeda dengan kondisi darurat," ujarnya.
Presiden, kata Bivitri, memang ada masukan lain adanya judical review di Mahkamah Konstitusi. Namun, keputusan akhir dalam hal ini bukan di tangan Presiden, namun melainkan di tangan sembilan hakim konstitusi.
Selain itu, ia menilai, proses judical review membutuhkan waktu dan tidak ada kepastian pengambilan keputusan cepat.
Untuk itu, ia menyarankan, agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu UU KPK dibanding menunggu proses judical review.
"Kami mendorong Presiden, keluarkan Perppu dibanding mengajukan judical review," ujarnya.
Terkait kemungkinan DPR menolak Perppu KPK, ia menyerahkan sepenuhnya kepada penilaian masyarakat. "Iya tak apa, nanti publik yang akan menilai," tuturnya. (asp)