Perppu KPK Dinilai Lebih Mendesak Ketimbang Judicial Review ke MK
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Sikap Presiden Joko Widodo dinanti dalam polemik Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK yang sudah disahkan dengan beberapa pasal kontroversoal.
Jokowi diminta segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan UU KPK.
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengatakan, langkah Perppu sudah disampaikan sejumlah tokoh saat bertemu dengan Jokowi di Istana Negara, beberapa waktu lalu. Penerbitan Perppu dinilai sudah tepat dan konstitusional.
"Kalau UU berasal dari DPR, maka itu tidak bisa di Perppu kan dan inkonstitusional itu tidak. Jadi, kami perjelas dari Pasal 22 UUD 1945 itu konstitusional. Dikatakan dengan jelas, kegentingan yang jelas Presiden berhak mengeluarkan perppu," kata Bivitri dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne, #ILCHaruskah PerppuKPK, Selasa malam, 1 Oktober 2019.
Dia menekankan, penerbitan perppu oleh Presiden itu bukan dalam kondisi darurat, tetapi kegentingan memaksa. Sebab, dalam beberapa pasal itu melemahkan KPK seperti keberadaan dewan pengawas.
Dibandingkan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), ia lebih setuju Jokowi menerbitkan Perppu. Alasan lain, judicial review ke MK juga tak punya ukuran waktu.
Dengan judicial review ke MK, maka akan menyerahkan sepenuhnya kepada sembilan hakim konstitusi untuk memutuskan. Beda dengan Perppu, Jokowi sebagai kepala negara punya pandangan subyektif.
"Judicial review itu tak ada ukuran waktu. Tidak bisa kita juga perkirakan hasilnya, karena tergantung permohonan juga," tutur Bivitri. (asp)
![Gedung Mahkamah Konstitusi](https://thumb.viva.co.id/media/frontend/thumbs3/2019/06/13/5d02199c6410b-gedung-mahkamah-konstitusi_375_211.jpg 640w, https://thumb.viva.co.id/media/frontend/thumbs3/2019/06/13/5d02199c6410b-gedung-mahkamah-konstitusi_375_211.jpg 1920w)