Jatuh Bangun Korban Tsunami Palu Pulihkan Kehidupan
- abc
"Saat itu hari ke-3 pasca bencana. Teman saya itu bersama temannya, saat saya temukan sedang bergandeng tangan. Dan erat walaupun sudah menjadi mayat waktu hendak saya lepaskan," tuturnya.
"Gempa dan tsunami saat itu, benak saya terasa seperti akhir hayat."
Teknologi belum mampu saingi alam
Belajar dari gempa-tsunami di Palu, kecepatan dalam menyelamatkan warga menjadi jauh lebih penting ketimbang akurasi soal gempa itu sendiri.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia, Dwikorita Karnawati, mengatakan ilmuwan seringkali menuntut akurasi, padahal mengejar akurasi membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Ia mencontohkan peristiwa tsunami di Jepang tahun 2011 di mana magnitudo gempa pra-tsunami berhasil terdeteksi di menit ke-3. Namun di menit ke-50, data yang semula mengatakan 7,4 skala richter (SR) terkoreksi dengan skala yang lebih besar yakni 8,8 SR.
Data itu terkoreksi kembali di atas menit ke-50 menjadi gempa berkekuatan 9 SR.