Kasus-kasus Korupsi yang Ngendon Bertahun-tahun di Jatim
- ANTARA FOTO
VIVAnews - Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi setempat memiliki daftar penyidikan perkara korupsi yang tak kunjung selesai. Padahal, perkara itu dilidik dan disidik lebih dari setahun lalu. Bahkan, ada perkara yang mengambang hampir sepuluh tahun, padahal sudah ada tersangkanya.
Perkara korupsi yang mandeg itu tergolong kakap, dari sisi ketokohan tersangkanya atau nilai kerugiannya.
Berikut ini daftar perkara korupsi kakap yang ngendon lama di Jawa Timur:
Korupsi Dana Jasa Pungut
Perkara ini terkait kucuran dana jasa pungut (japung) dari APBD Pemerintah Kota Surabaya tahun 2009 untuk anggota DPRD setempat sebesar Rp720 juta. Kala itu Wali Kota Surabaya dijabat oleh Bambang DH, kini petinggi PDI Perjuangan. Adapun Ketua DPRD Surabaya saat itu ialah Musyafak Rouf, kini Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Surabaya.
Kepolisian Daerah Jawa Timur mengusut dana japung pada tahun 2010. Masuk pengadilan, empat orang jadi pesakitan dan sudah selesai menjalani masa hukuman. Mereka ialah Musyafak Rouf; eks Asisten II Pemkot Surabaya, Muklas Udin; eks Sekretaris Kota, Sukamto Hadi; dan eks bagian keuangan Pemkot, Purwito.
Pada tahun 2013, Polda Jatim melakukan pengembangan dari fakta persidangan keempat terpidana itu. Hasilnya, Bambang DH ditetapkan sebagai tersangka. Namun, sampai sekarang perkara Bambang DH tak klimaks-klimaks. Belum masuk pengadilan, tak juga di-SP3. Tujuh tahun sudah Bambang DH digantung status tersangka.
Perkara Bambang DH ngendon karena silang pendapat Polda dengan Kejati Jatim. Bolak-balik diserahkan penyidik, berkas perkara tak jua dinyatakan lengkap (P21). Petunjuk jaksa peneliti Kejati, penyidik belum menyertakan bukti adanya mens rea (niat perbuatan jahat) tersangka. Jaksa minta penyidik Kepolisian melengkapinya.
Setiap kali ditanya, Polda mengaku sudah berusaha memenuhi petunjuk jaksa. Namun hasilnya sama. P19. Berkas dikembalikan lagi oleh Kejaksaan. Komisi Pemberantasan Korupsi pernah mensupervisi, namun tetap buntu. "Berkas masih di penyidik, belum masuk lagi," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Rudi Irmawan, pada Jumat, 20 September 2019.
Dia menjelaskan, terakhir kali penyidik Polda Jatim menyerahkan berkas ke Kejaksaan pada Januar 2018 lalu. Namun, karena petunjuk jaksa peneliti belum juga dipenuhi, Kejaksaan mengembalikan berkas itu lagi ke Polda. "Itu (pengembalian) kesebelas kali," ujar Rudi.
Korupsi Berjemaah P2SEM
Korupsi ini terkait dengan penyelewengan dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) dari Pemerintah Provinsi Jatim tahun 2008 senilai total lebih dari Rp200 miliar. Dana dikucurkan ke ratusan kelompok masyarakat (pokmas) di Jatim atasnama rekomendasi anggota DPRD Jatim kala itu.
Realisasinya diduga diselewengkan dan diduga melibatkan banyak orang. Sejak tahun 2009, Kejati Jatim dan sejumlah Kejaksaan Negeri menyelidiki dan menyidik. Hasilnya, banyak pihak dari pokmas jadi pesakitan. Terpidana paling wow ialah Ketua DPRD Jatim saat itu, yakni almarhum Fathorrasjid.
Masyarakat menilai pengusutan kasus P2SEM tak tuntas. Kejati akhirnya menyidik lagi setelah terpidana utama kasus itu, dr Bagoes Soetjipto, ditangkap di persembunyiannya di Malaysia pada akhir 2017. Sayang, saksi kunci itu meninggal di Lapas Porong setahun kemudian.
Kendati begitu, Kejati mengaku tak akan menghentikan penyidikan kasus P2SEM. Penyidik masih berusaha mengorek keterangan dari saksi-saksi lain yang mengetahui dana hibah P2SEM selain Dokter Bagoes.
"Masih berjalan, masih berusaha untuk memeriksa saksi-saksi," kata Rudi.
Korupsi YKP
Kasus ini terkait pengelolaan aset lahan Pemerintah Kota Surabaya oleh yayasan yang didirikan pemkot, Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan perusahaan miliknya, PT Yekape. Ada aset lahan bernilai triliunan rupiah yang dikelola YKP/PT Yekape, kebanyakan dimanfaatkan untuk perumahan rakyat.
Sejak tahun lalu, Kejaksaan turun tangan karena YKP/PT Yekape ditengara akan berpisah dari pemkot dan mengambilalih penguasaan aset. Digertak dengan tindakan penyidikan, pihak YKP lantas mengembalikan pengelolaan yayasan dan asetnya ke pemkot pada Juli 2019 lalu.
Kendati aset kembali ke negara, namun Kejati bertekad untuk tetap melanjutkan penyidikan kasus itu. Alasannya, perbuatan melawan hukum sudah terjadi. Namun, hingga kini satu tersangka pun belum ditetapkan. Belum ada perkembangan.
"Masih menunggu audit (kerugian negara) dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan)," ujar Rudi. (ren)