Bukti Dewan Pengawas akan Lebih Powerful Dibanding Pimpinan KPK
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lagi menjadi penanggung jawab tertinggi di institusinya setelah revisi UndangUndang ?Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang telah disahkan DPR menjadi UU. Dalam draf revisi UU KPK yang telah disahkan tersebut, meskipun belum diterbitkan Presiden, pada Pasal 21 ayat 1 disebutkan hierarki di KPK terdiri dari Dewan Pengawas (Dewas) yang berjumlah lima orang. Kemudian pimpinan KPK yang terdiri dari 5 orang dan terakhir yakni pegawai KPK.
Pada Pasal 21 UU KPK yang baru pun tak lagi menyebut komisioner KPK sebagai penyidik dan penuntut umum. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengakui UU yang baru memberikan peran besar kepada Dewan Pengawas. Sebaliknya, peran komisioner KPK sangat dikerdilkan.
"Sepertinya, revisi UU (KPK) ini akan memperkuat Dewan Pengawas, peran Dewas tadi itu kan. Kalau saya baca justru peran pimpinan yang berkurang," kata Alexander kepada wartawan, Kamis 19 September 2019.
Dewan pengawas KPK selanjutnya diatur dalam Pasal 37A yang mana dalam ayat 2 disebutkan bahwa Dewan Pengawas ini nantinya akan berbentuk lembaga nonstruktural yang wewenang dan tugasnya bersifat mandiri. Adapun dalam ayat 3, para dewan pengawas diberi amanah selama empat tahun dan bisa dipilih lagi satu kali dalam jabatan yang sama.
Pada Pasal 37B ayat 1 UU KPK yang baru disahkan DPR itu juga disebutkan tugas dan wewenang Dewas yang terdiri enam butir. Di antaranya mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK atau pelanggaran dalam UU ini.
Pada ayat 2 Dewas disebutkan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam setahun, membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala satu kali dalam satu tahun. Ditutup pada ayat 3 bahwa laporan dewan pengawas disampaikan kepada Presiden RI dan DPR.
Sedangkan pada Pasal 37C ayat 1, diformulasikan dewan pengawas diamanatkan untuk bentuk organ pelaksana pengawas, dan ayat 2 menyebutkan organ pelaksana pengawas tersebut diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden.
Adapun Pasal 37D mengatur syarat-syarat calon Dewas KPK. Ada 12 syarat antara lain adalah WNI, bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, sehat jasmani dan rohani, memiliki integritas mortal dan keteladanan, berkelakuan baik, tidak pernah dipidana yang ancaman pidananya 5 tahun, berusia paling rendah 55 tahun, latar pendidikan paling rendag S1, bukan menjadi anggota atau pengurus parpol, melepaskan jabatan struktural ataupun jabatan lainnya, tidak menjalankan profesinya selama jadi anggota Dewas dan mengumumkan hartanya sebelum dan setelah menjabat kepada KPK.
Dalam Pasal 37E disebutkan Ketua dan anggota Dewas diangkat oleh Presiden melalui pansel dan pansel Dewan Pengawas terdiri dari unsur pemerintah pusat dan unsur masyarakat.
Adapun pada Pasal 37F mengatur tata cara penggantian atau pemberhentian Dewan Pengawas. Adapun pada di dalam ayat 3 disebutkan bahwa Ketua dan anggota Dewan Pengawas yang mengundurkan diri tidak boleh menduduki jabatan publik selama lima tahun sejak dia mengundurkan diri dari jabatannya. Pemberhentian itu ditetapkan oleh presiden.
Alexander mengaku tidak mempersoalkan mengenai hal tersebut. Namun Alex mempertanyakan relasi atau pola hubungan kerja antara pimpinan dan Dewan Pengawas. Termasuk penanggung jawab tertinggi di KPK nantinya.
"Jadi nanti di KPK selain lima komisioner, ada lima Dewan Pengawas, strukturnya seperti itu. Mana yang lebih tinggi tak dijelaskan dalam UU, siapa yang menjadi penanggung jawab tertinggi juga tidak dijelaskan dalam UU. Mungkin kolaborasi antara Dewas dan pimpinan KPK tetapi kan tak dijelaskan siapa yang jadi penanggung jawab tertinggi di KPK," ujarnya.
Alex mengakui keberadaan Dewas akan mempengaruhi proses di KPK termasuk dalam bidang penindakan. Dewas kemungkinan bakal hadir dalam gelar perkara. Hal ini karena Dewas berwenang untuk perizinan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan berada di tangan Dewas.
Sementara rangkaian kegiatan itu dilakukan setelah gelar perkara. Tak tertutup kemungkinan komisioner nantinya hanya berperan di bidang pencegahan korupsi.
"Mungkin itu ada perubahan-perubahan terkait dengan proses bisnis di KPK ya. Nungkin nanti Komisioner KPK bertugas hanya pencegahan saja mungkin. Mungkin ya. Nanti kita akan lihat, mungkin kan ada apa Peraturan Presiden sebagai penjabaran dari UU ini nanti seperti apa tentu nanti kita lihat, dan ini juga kan belum ditandatangani Presiden," ujarnya.
Sebelum UU yang baru ditandatangani Presiden dan tercantum di dalam lembar negara, KPK berencana bertemu dan berdialog dengan Jokowi. Pertemuan ini untuk membahas berbagai perubahan yang terjadi di internal KPK setelah UU yang baru berjalan.
Saat ini, tim transisi yang dibentuk pimpinan KPK sedang menganalisis materi dalam UU KPK baru, mengidentifikasi konsekuensi pada kelembagaan, SDM dan pelaksanaan tugas KPK baik di penindakan atau pun pencegahan dan unit lain yang terkait. Hasil dari kajian tersebut menjadi rekomendasi untuk ditindaklanjuti pimpinan KPK.
"Tentu kami akan mencoba memberikan masukan kepada Presiden karena terakhir kan nanti yang tanda tangan kan Presiden terkait apa yang dirasakan dampak dari perubahan ini meski saya tidak tahu keputusan apa pun. Nanti kan terserah Presiden. Kami juga sudah berdialog kira-kira dampak terkait revisi UU KPK terhadap KPK seperti apa," imbuh Alexander Marwata. (ren)