Keluarga Korban Pengeroyokan Polisi Minta Bantuan LBH
- VIVAnews/Satria Zulfikar
VIVA – Sebanyak 28 keluarga dan kerabat Zainal Abidin, korban kekerasan aparat kepolisian, mendatangi Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum BKBH Fakultas Hukum Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin, 16 September 2019.
Kedatangan mereka untuk meminta bantuan hukum agar mengusut kematian Zainal Abidin yang diduga tewas dikeroyok aparat kepolisian Polres Lombok Timur.
Kematian Zainal Abidin bermula saat dia dan ponakannya datang mencari motornya yang ditilang di Satuan Lalulintas Polres Lombok Timur. Saat mencari motor, dia terlibat cekcok dan perkelahian dengan seorang oknum Polantas. Sehingga, tiga rekan Polantas lainnya turut memukuli Zainal Abidin.
Zainal Abidin juga dibawa ke ruang Reskrim, dan diduga kembali dianiaya oleh polisi dengan jumlah cukup banyak. Tubuhnya babak belur. Zainal pun pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Dia meninggal dunia dalam perawatan.
Keluarga dan kerabat Zainal Abidin mendorong BKBH Fakultas Hukum Universitas Mataram turut membantu mengadvokasi kasus tersebut.
Paman almarhum Zainal Abidin, Sapruddin, datang bersama keluarga dan kerabat memberikan surat kuasa pada BKBH untuk menjadi kuasa hukum dalam kasus tersebut.
"Kami mohon pada Direktur BKBH untuk memberikan pendampingan hukum sekaligus membuat laporan dugaan penganiayaan tersebut agar masalahnya menjadi jelas dan terang," kata Sapruddin.
Selain memberikan surat kuasa, masyarakat Dusun Tunjang Selatan, Desa Paok Motong Kecamatan Masbagik Lombok Timur itu juga menyertakan 66 tanda tangan dukungan warga lainnya untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Sapruddin juga mengaku pernah didatangi delapan anggota polisi untuk bersilaturahmi meminta kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan. Namun dia tegas meminta proses hukum terhadap kasus dugaan penganiayaan yang mengakibatkan kematian Zainal Abidin.
Tim BKBH Fakultas Hukum Universitas Mataram, Yan Mangandar Putra, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Mataram ,Hirsanuddin, tegas mengatakan siap membantu mengadvokasi kasus kematian Zainal.
Yan Mangandar Putra mengatakan, saat ini tengah menunggu surat dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar saksi dalam kasus tersebut dapat dilindungi.
"Hari ini kita tunggu jawaban dari LPSK untuk memberikan perlindungan," ujarnya.
Sebelumnya, Kapolda NTB Irjen Pol Nana Sudjana, telah membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus tersebut. Sebanyak 14 anggota polisi diperiksa, dan empat orang telah mengarah ke tersangka, namun penetapan tersangka belum dilakukan.
"Kami telah membentuk tim investigasi, dan tim ini telah bekerja dan menerima 14 orang. Kami belum menentukan tersangka, kami mencari bukti lain. Memang sudah ada oknum anggota yang mengarah ke tersangka," katanya.
Kapolda membenarkan empat petugas lalu lintas memukul korban, karena merasa ada jiwa korsa rekannya dipukul korban. "Kemungkinan ada rasa jiwa korsa melihat temannya dipukul," ujarnya.
Kapolda juga menegaskan saksi dalam kasus tersebut tidak menghilang, seperti pada berita sebelumnya. Menurutnya, saksi bersembunyi karena tidak ingin diwawancarai.
"Keterangan dari keluarganya, saksi lama-lama stres karena dicari terus sama rekan-rekan ini. Sampai saat ini ada di rumah. Saya harapkan pada rekan media jangan sampai ada institusi atau perorangan dirugikan," katanya. (ase)