Surat Terbuka Masyarakat Sipil untuk Presiden Jokowi Soal Bencana Asap
- Ridho Permana
VIVA – Koalisi Masyarakat Sipil menggelar konferensi pers terkait darurat kabut asap di Indonesia. Mereka meminta Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, segera mengambil tindakan dan memperhatikan masyarakat yang menjadi korban.
Khalisah Khalid selaku Kepala Desk Politik Nasional Walhi mengatakan, sepanjang 2019 hingga 7 September pekan lalu, tercatat ada sekitar 19.000 lebih titik api. Sementara data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 15 September 2019, ada sebanyak 2.862 titik api dengan total luas lahan yang terbakar 328.724 hektar.
Kondisi ini, disebut Khalisah makin diperparah karena kebakaran terjadi di lahan gambut, konsesi perkebunan monokultur skala besar (sawit dan hutan tanaman industri). Dalam sepekan terakhir, kondisi di wilayah Kalimantan dan sebagian Sumatera menunjukkan situasi darurat asap. Data dari KLHK yang terhubung dengan airvisual.com pagi ini menunjukkan berbahaya, dan bahkan semalam mencapai angka 2.000 US AQI.
Sayangnya, pemerintah selalu berupaya menyangkal dan bahkan para menteri mengeluarkan pernyataan yang salah kaprah dan cenderung memberikan stigma negatif terhadap masyarakat adat, masyarakat lokal dan peladang sebagai penyebab kebakaran, untuk menutupi kegagalan dalam melakukan pencegahan terhadap kejahatan korporasi yang selama ini justru dinilai sebagai pihak yang harus bertanggungjawab, selain negara.
“Penanganan tanggap darurat kami nilai juga lamban, hingga korban terus berjatuhan, khususnya kelompok rentan seperti bayi, balita dan anak-anak, ibu hamil, dan lansia yang paling terdampak dari kondisi darurat asap ini," kata Khalisah di kantornya, Jakarta Selatan, Senin 16 September 2019.
Khalisah menjelaskan, kabut asap bukan lagi sebagai kejahatan biasa, namun kejahatan ekosida dan kejahatan lintas batas. Kejahatan lintas batas ini dengan unsur-unsur yang terpenuhi yakni dampak yang meluas, jangka panjang dan tingkat keparahan yang tinggi, termasuk unsur means rea.
Khalisah menegaskan, melalui surat terbuka, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak kepada Presiden Jokowi:
1. Segera mengambil langkah tanggap darurat dan menurunkan tenaga medis dan memastikan semua layanan kesehatan bagi warga yang terdampak kabut asap hingga ke pelosok-pelosok, dengan menyediakan seluruh fasilitas kesehatan dan pelayanan psikis secara cepat dan gratis. Menyediakan tempat-tempat pengungsian dengan kelengkapan kesehatan yang dibutuhkan, khususnya bagi kelompok rentan. Selain itu pasca kebakaran hutan melakukan pemulihan kesehatan fisik maupun psikologis secara kontinyu bagi masyarakat terdampak.
2. Membangun sistem respons cepat untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan, termasuk evakuasi masyarakat, terutama perempuan, anak-anak, dan lansia ke lokasi aman. Kebakaran hutan sudah menjadi hal yang sering terjadi, karena itu perlu dibangun mekanisme dan sistem respons cepat, bila terdeteksi adanya titik api, sebelum api meluas.
3. Memastikan jaminan pemenuhan terhadap hak-hak dasar warga negara, sebagaimana yang termaktub dalam Konstitusi, khususnya Pasal 28A yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, dan Pasal 28H yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan. Melibatkan Lembaga HAM negara (Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI) untuk memastikan pemenuhan hak-hak dasar warga negara terdampak asap.
4. Segera membatalkan peninjauan kembali (PK) atas putusan mahkamah Agung dengan nomor perkara 3555 K/PDT/2018 diketok pada 16 Juli 2019, dan segera melaksanakan seluruh putusan MA tersebut.
5. Menghentikan pernyataan yang berisi tuduhan yang mekambinghitamkan masyarakat adat/masyarakat lokal/peladang atas kebakaran hutan, demi melindungi korporasi. Sepanjang pekan ini kami masih melihat bahwa pemerintah masih saja menyalahkan peladang, meski dihadapkan pada fakta temuan lapangan, bahwa titik api sebagian besar di kawasan konsesi, termasuk proses penegakan hukum yang sebagian besar diketahui berada di lahan korporasi (42 penyegelan KLHK berada di konsesi, dari 47 penyegelan kasus karhutla).
Membuka kepada publik lahan-lahan konsesi terbakar, beserta nama korporasi terkait sebagaimana putusan Mahkamah Agung atas gugatan citizen lawsuit, dan putusan MA atas gugatan informasi publik terhadap HGU sebagai informasi publik.
6. Melakukan evaluasi menyeluruh secara strategis, terhadap Kementerian dan Lembaga terkait, yang bisa dimintai pertanggungjawaban terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan, seperti Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan, Badan Restorasi Gambut (BRG), Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) dan pemerintah daerah. Menghentikan lempar tanggungjawab antara pemerintah pusat dan daerah, yang justru semakin memperburuk penanganan asap.
7. Melakukan review izin, audit lingkungan, serta pencabutan izin konsesi pada korporasi yang lahannya terbakar atau ditemukan titik api. Serta segera melakukan eksekusi putusan-putusan terkait kebakaran hutan dan lahan gambut yang telah berkekuatan hukum tetap, secara akumulatif dari tahun 2015-2018. Melakukan review menyeluruh dan pencabutan terhadap regulasi dan rancangan regulasi yang mengancam lingkungan hidup dan sumber kehidupan rakyat.
8. Segera mengesahkan UU Masyarakat Adat yang memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat, termasuk melindungi kearifan dan praktik-praktik pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Masyarakat Adat. Pengesahan ini juga bagian dari upaya menghentikan pelabelan negatif selama puluhan tahun hingga hari ini dari negara terhadap Masyarakat Adat dalam setiap peristiwa karhutla.
9. Segera melakukan pemulihan lingkungan hidup, sosial dan ekonomi yang berkeadilan bagi masyarakat, perempuan dan laki-laki yang terdampak dari kebakaran hutan dan lahan gambut, maupun kabut asap.
10. Membangun kerja sama antar daerah/wilayah untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan gambut.
Demikian surat terbuka dari masyarakat sipil ini kami sampaikan kepada Presiden RI dan jajaran Menteri terkait, agar kiranya memberikan perhatian penuh dan segera melakukan tindakan penanganan darurat asap, demi kemanusiaan, demi keadilan.
Salam Adil dan Lestari
1. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
2. Greenpeace Indonesia
3. Gerakan IBUKOTA
4. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
5. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
6. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS)
7. Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa)
8. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
9. Rimbawan Muda Indonesia (RMI)
10. Solidaritas Perempuan
11. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
12. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).