KCN Tegaskan Pelabuhan Marunda Akan Balik ke Negara Pada Akhirnya
- Dok. PT Karya Citra Nusantara Marunda
VIVA – Proyek pembangunan Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara hingga saat ini masih berpolemik antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Proses hukum tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) masih berlangsung.
Kuasa Hukum KCN, Juniver Girsang berharap Mahkamah Agung bisa secara jernih melihat masalah ini karena sudah sesuai dengan ketentuan. Kemudian, sebagai praktisi tentu harapannya yang menangani perkara ini hakim yang mengetahui aturan tentang kepelabuhanan dan mengetahui perjanjian konsesi.
“Pengalaman dalam penanganan perkara itu pemahaman masalah. Masalahnya tidak dipahami tentu akan membuat pertimbangan juga tidak proporsional. Jangan sampai mengakibatkan investor berinvestasi yang diharapkan Pak Jokowi terhambat, sehingga tidak berani lagi berinvestasi di Indonesia,” ujar Juniver dikutip dari keterangannya, Jumat 13 September 2019.
KBN mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dengan empat tuntutan yakni batalkan konsesi, setop operasional dan pembangunan KCN, sita jaminan pier 1, 2 dan 3 serta ganti rugi Rp56,8 triliun.
“Tergugat 1 KCN, tergugat 2 Kementerian Perhubungan dan turut tergugat KTU itu swasta selaku pemegang saham mayoritas di KCN,” ungkapnya.
Menurut dia, putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi sangat cepat dalam waktu 6 bulan dan putusan itu memenangkan KBN. Hanya saja, ganti ruginya disetujui menjadi Rp773 miliar tanggung renteng dengan Kementerian Perhubungan.
“Ini sudah diputus dan saat ini sedang bergulir masuk kasasi di MA,” ujarnya.
Balik ke negara
Sementara itu Dirut KCN Widodo Setiadi mengatakan, banyak orang tidak paham tentang konsesi sehingga seolah-olah menuduh KCN inisiatif mengadakan konsesi dengan kementerian. Padahal, ini adalah perintah dan amanat UU Nomor 17/2008.
Bahwa, kata dia, hierarki pelabuhan ada tiga yaitu pelabuhan umum, pelabuhan khusus dan pelabuhan khusus untuk kepentingan sendiri. Menurut dia, banyak juga yang menentang perjanjian konsesi termasuk Pelindo.
Menurut dia, kalau swasta diberikan pilihan boleh tidak konsesi, tentu KCN lebih senang. Karena, tanpa konsesi berarti barang ini menjadi milik mereka selamanya. Tapi dengan konsesi, itu timbul hak dan kewajiban dari swasta kepada negara membayar fee konsesi setiap bulannya yang diambil dari keuntungan bruto pelabuhan KCN.
“Dan pada akhir masa konsesi seluruh pelabuhan dan fasilitasnya diberikan kepada negara dalam hal ini Kemenhub,” katanya.
Adapun hak yang timbul dari konsesi berupa izin yang diberikan oleh Kemenhub kepada KCN untuk dapat melakukan kegiatan di Pelabuhan. Kemudian, kewajibannya harus membayar fee konsesi yakni 5 persen dari keuntungan bruto kepada negara.
“Konsesi ini bukan hanya di kepelabuhanan, di bandara ada, jalan tol ada, kereta api ada. Ini implementasi dari UUD 1945 Pasal 33 yang menyebutkan bahwa bumi, air dan udara dikuasai oleh negara.” [mus]