Staf Khusus Presiden Tegaskan Harus Ada Istana Negara di Papua
- VIVA.co.id/ Agus Rahmat.
VIVA – Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya, mendukung rencana Presiden Joko Widodo yang ingin membangun Istana Kepresidenan baru di Papua. Wacana pembangunan itu sebagai salah satu pemenuhan permintaan tokoh masyarakat Papua yang diundang ke Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa, 10 September 2018.
Lenis mengatakan hal tersebut adalah hal yang lumrah, sebab Istana Negara memang sudah ada di beberapa provinsi di Indonesia.
"Memang enggak boleh kalau di Papua? Istana kan Jatim ada, Jabar ada, Bogor ada. Lho, kita kan bagian dari NKRI, kenapa tidak bisa? Harus ada dong," kata Lenis, Kamis, 12 September 2019.
Menurutnya, keberadaan Istana Kepresidenan di setiap provinsi akan sangat membantu kinerja presiden saat kunjungan kerja.
"Presiden ke Papua kan nginap enggak usah di hotel, tidur saja di rumah dinas, kan gitu," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyanggupi sejumlah tuntutan tokoh Papua saat melakukan pertemuan dengan 61 tokoh Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 10 September 2019.
Misalnya, pembangunan asrama nusantara, penyelesaian Palapa Ring agar semua anak di Papua menikmati jaringan 4G, pembentukan lembaga adat untuk perempuan dan anak Papua, termasuk pembangunan Istana Kepresidenan di Papua.
Usulan ini disanggupi oleh Presiden Jokowi. Pembangunan Istana Presiden akan dibangun mulai 2020. “Jadi mulai tahun depan, istananya akan dibangun,” ujar Presiden, disambut tepuk tangan.
Presiden juga menjamin 1.000 mahasiswa atau mahasiswi asal Papua bakal bekerja di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jokowi mengaku akan menggunakan kewenangannya untuk menempatkan lulusan terbaik Papua baik dari dalam dan luar negeri bekerja di perusahaan pelat merah.
Bukan solusi masalah Papua
Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan wacana pembangunan Istana Presiden di Papua bukan solusi untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di Provinsi Papua. Rencana pembangunan Istana Presiden disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo saat menerima sejumlah tokoh masyarakat asal Papua dan Papua Barat di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 10 September 2019.
“Solusinya bukan dengan cara itu. Persoalan Papua tidak bisa selesai dengan cara itu, tetapi akar persoalannya harus dibicarakan. Saya pikir solusi sudah saya sampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Tetapi kalau Presiden dengar dari luar lagi, ya terserah,” ujar Lukas di Mapolda Papua, Rabu, 11 September 2019.
Lukas mengaku tidak tahu ada pertemuan 61 tokoh Papua dengan Presiden di Istana Negara, kemarin. Bahkan, menurut Lukas, Pemerintah Papua pun tidak tahu ada pertemuan itu. Menurutnya, pertemuan para tokoh Papua dengan Presiden di istana itu merupakan kepentingan pribadi masing-masing.
“Itu dari kelompok berbeda, bukan dari aspirasi masyarakat atau pemerintah. Saya tidak tahu. Papua bukan satu suku, ada 300 lebih suku, tidak bisa orang tertentu yang berangkat tanpa pemberitahuan dari Pemerintah Papua,” ucapnya.
Lukas mengungkapkan, untuk menyelesaikan persoalan di Papua bukan dengan cara jalan sendiri-sendiri.
“Kami kan tidak tahu apa yang dibicarakan mereka kepada Pemerintah Pusat. Tidak bisa sendiri-sendiri, dan tidak bisa dengan cara seperti itu. Kalau mau bicara masalah Papua, kita harus diskusikan bersama, tidak bisa sendiri-sendiri. Kita akan korban terus kalau hanya meminta sesuap nasi. Kami minta ini, minta itu, tidak akan selesai,. Bahkan orang Papua akan mati terus,” tegas Lukas.