Pesawat N-250, Warisan Monumental BJ Habibie
- IPTN
VIVA – Kamis, 10 Agustus 1995, langit di Bandara Husein Sastranegara Bandung siang itu cukup cerah. Namun, suasana saat itu cukup tegang. Bisa jadi orang yang paling tegang saat itu adalah Bahcaruddin Jusuf Habibie.
Bersama Presiden Soeharto, Ibu Tien, dan rombongan, ilmuwan yang sukses berkarya di Jerman sebelum kembali ke Tanah Air pada 1970an dan menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi yang populer dengan sebutan BJ Habibie itu tengah menanti penerbangan perdana pesawat N-250. Karya yang lama dirintis dan diidam-idamkan Habibie tersebut tak lama lagi akan lepas landas, sambil disaksikan oleh orang nomor satu di Indonesia, ketika itu.
Tak lama kemudian pesawat dengan sebutan Gatotkaca itu take-off dengan lancar. Selama 55 menit N-250 mengangkasa di langit Kota Bandung. Tepuk tangan dari para hadirin pun membahana saat pesawat buatan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) itu - sebelum berganti nama jadi PT Dirgantara Indonesia - akhirnya mendarat dengan mulus. Semua senang, namun yang paling tersenyum lebar bisa jadi adalah BJ Habibie.
Buah pemikiran dan jerih payahnya itu, pesawat N-250 Gatotkaca, sukses terbang perdana dan siap untuk diproduksi massal. Sepak terjang BJ Habibie, putra asal Parepare, Sulawesi Selatan, yang dikagumi banyak orang karena kejeniusannya di bidang teknologi dirgantara pun melenggang mulus sampai ke puncak kekuasaan.
Jabatan Menristek, yang dilakoninya selama 20 tahun, langsung ditinggalkan begitu ditunjuk oleh Soeharto, tokoh yang dia anggap sebagai profesornya itu, sebagai Wakil Presiden RI pada 11 Maret 1998. Habibie pun bahkan berlanjut menjadi orang nomor satu di Republik ini setelah Soeharto lengser keprabon di tengah masa sulit.
Bagi Habibie, penerbangan perdana N-250 itu bukan sekadar memenuhi ambisi pribadi, namun juga mencetak sejarah bagi Bangsa Indonesia. " Dalam pandangan saya, (penerbangan perdana N-250) itu salah satu dari lima tonggak sejarah Indonesia, ungkap Habibie saat menghadiri suatu acara di Bandung pada 10 Agustus 2012.
Tak heran bila tanggal 10 Agustus, sejak penerbangan perdana pesawat N250 pada 1995 itu, dicanangkan pemerintah sebagai Hari Teknologi Nasional. Satu lagi sumbangsih Habibie bagi Bangsa Indonesia.
Setahun kemudian, pesawat N-250 juga menjadi bintang dalam pameran dirgantara Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng. Tampaknya saat itu semua akan berjalan lancar dan N250 siap diproduksi massal.
Namun, krisis moneter menerpa banyak negara, termasuk Indonesia. Kurs rupiah terjun bebas dan utang meningkat pesat. Krisis multidimensi pun muncul, termasuk industri nasional. Produksi pesawat N250 kebanggaan Habibie dan Indonesia pun terpaksa dihentikan. Menunggu krisis ekonomi mereda.
Padahal saat itu pesawat N250 punya prospek cerah untuk dijual ke mancanegara. “ Pesawat N-250 adalah pesawat turbocorp pertama yang dikendalikan dengan teknologi fly by wire. Ini sejarah bagi penerbangan sipil,” kata Habibie suatu ketika.
Bermesin turboprop 2439 KW Allison AE 2100 C buatan perusahaan Allison, pesawat itu mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km/jam dan kecepatan ekonomis 555 km/jam. Ini merupakan kecepatan tertinggi di kelas turboprop 50 penumpang.
N-250 punya ketinggian operasi hingga 25.000 kaki (7.620 meter) dan daya jelajah 1.480 km. Tak pelak pesawat ini dinilai cocok untuk rute penerbangan pendek.
Pesawat propeller N250 itu cocok dioperasikan di Asia Tenggara, karena kemampuannya yang andal dalam rute jarak pendek. Dibandingkan dengan yang bermesin jet, pesawat bermesin baling-baling lebih efisien dan hemat.
Dibangkitkan Lagi
Saat ekonomi Indonesia perlahan-lahan mulai pulih dari krisis moneter dan industri dalam negeri mulai stabil, asa memproduksi pesawat N-250 kembali muncul. Pada Agustus 2012, Ilham Akbar Habibie, putra sulung BJ Habibie yang mengusulkan agar industri pesawat ini kembali dibuka.
Guna membangkitkan kembali proyek pesawat N250 itu, BJ Habibie melalui putranya itu mendirikan PT Ragio Aviasi Industri (RAI). Ilham mengungkapkan bahwa membangkitkan produksi pesawat N250 agar kembali menjadi kebanggaan Indonesia bukan hal yang mudah. Butuh waktu beberapa tahun untuk mewujudkan cita-cita itu. “Saat ini perlu 4-5 tahun lagi untuk merealisasikannya," kata Ilham saat itu.
Dia saat itu mengungkapkan perlu beberapa penyempurnaan desain dan peralatan elektronik pada proyek pesawat N250 yang baru. Ilham mengibaratkan pesawat N250 yang dibangun pada 1995 itu layaknya komputer tua.
Teknologi industri pesawat yang berkembang pesat dalam rentang 1995-2012 membuat teknologi pesawat N250 yang waktu itu tercanggih di era 1990-an terlihat ketinggalan zaman. "Pada 2012, teknologi elektronik memegang peran yang sangat penting. Misalnya di avionik, flight control system, hampir semua bagian pesawat ada unsur elektroniknya," tuturnya.
Selain pembaharuan pada sistem elektronik pesawat, lanjut Ilham, akan ada perubahan pada desain pesawat. Pesawat N250 yang baru nanti dirancang dapat memuat lebih banyak penumpang sebagai tuntutan perubahan pasar.
Dia menegaskan, dengan memproduksi pesawat N-250 yang merupakan produk Indonesia, diyakini akan memberikan keuntungan bagi maskapai nasional. Bahkan, Ilham meyakini bila pesawat N250 telah diproduksi akan diminati banyak maskapai.