Warga dan TNI Bentrok di Kebumen

Ilustrasi bentrokan
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Belasan warga di Desa Brecong, Urut Sewu, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dikabarkan luka-luka akibat insiden bentrok dengan aparat TNI pada Rabu, 11 September 2019. Bentrokan pecah setelah warga yang mayoritas petani menghalangi pemagaran beton yang dilakukan aparat di lahan mereka.

Nyoblos Bareng Istri Ditemani Cucu, Rano Karno Mau Silaturahmi ke Warga Keliling TPS Sekitar Rumah

Insiden bentrokan itu terjadi sekitar pukul 09.00 WIB. Warga yang tidak terima lahannya dibeton berusaha menghalangi pemagaran yang dilakukan aparat. Saat itu warga langsung dipukul mundur aparat yang telah siaga berjaga di lokasi.

"Dari informasi yang saya terima, ada sebelas orang yang terluka. Namun, korban yang terluka dibawa ke mana, saya masih mencoba memastikan lebih jauh," kata Umi Marufah selaku anggota Front Nahdliyin untuk Sumber Daya Alam (FNSDA) yang mendampingi para petani Urut Sewu saat dikonfirmasi terpisah.

Nyoblos Bareng Istri dan Anak, Pramono Anung Minta Warga Jakarta Gunakan Hak Pilihnya

Usai kontak fisik terjadi, para petani lalu menuju kantor Bupati Kebumen, Yazid Mahfud. Para petani lalu mengadukan perlakuan yang mereka alami kepada sang bupati.

Pihaknya pun mengecam aksi aparat yang untuk kesekian kalinya dianggap melakukan aksi represif terhadap petani. Menurutnya aksi yang dilakukan petani semata untuk mempertahankan lahan mereka yang diketahui telah lama berkonflik dengan TNI AD.

Digembleng Sebulan Lebih, 27 Prajurit Wanita Angkatan Laut Dapat Brevet Terjun Payung Free Fall dari Wakasal

"Padahal lahannya itu sudah ada sertifikat resminya, mayoritas milik petani," tuturnya.

Selama ini, petani memanfaatkan lahan itu untuk bercocok tanam dan kehidupan mereka. Sedangkan pemagaran ini merupakan lanjutan dari program yang dilakukan TNI AD pada tahun 2013 kemudian berlanjut pada 2015 dan 2019.  Di mana ada tiga desa di kawasan Urut Sewu yang dilakukan pemagaran, yakni Desa Entak, Desa Brecong dan Desa Setrojenar.

Tak cuma sekali ini saja petani Urutsewu terlibat bentrokan. Konflik tanah yang kerap berujung bentrok fisik itu bahkan sudah terjadi puluhan tahun silam. Karenanya Umi menuntut kepada aparat TNI untuk menghentikan arogansinya dan kembali ke barak. "Kita minta kepada pemerintah untuk mengembalikan TNI ke barak masing-masing," ujarnya.

Tindakan tegas 

Menanggapi bentrokan tersebut, pihak TNI AD melalui Kapendam IV/Diponegoro Letkol Kav Susanto, menyebut jika tindakan Anggota TNI gabungan dari Kodim 0709/Kebumen dan Yonif 403/W di lokasi semata untuk mengamankan aset negara. Di mana aparatnya terpaksa bertindak represif karena ratusan warga melakukan aksi demo di kawasan pemagaran Lapangan Tembak Dislitbangad TNI.

Kejadian itu, ia menjelaskan bermula dari adanya pengerjaan proyek pemagaran tahap III  areal Lapbak Dislitbangad yang berlokasi di Desa Brencong, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen. Pada saat yang sama datang masyarakat yang mengaku memiliki tanah tersebut, namun tidak mempunyai surat kepemilikan yang sah. 

"Apa yang dilakukan TNI semata-mata melaksanakan perintah yang tertuang dalam PP No 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. Jadi apa yang dilakukan TNI adalah konstitusional," katanya.

Kegiatan pemagaran yang dilakukan Kodam IV/Diponegoro di lokasi itu, menurutnya adalah untuk mengamankan aset negara. Selain itu, juga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, karena area tersebut merupakan daerah latihan atau tepatnya lapangan tembak. Namun demikian masyarakat tetap diperbolehkan untuk menggarap lahan tersebut dengan catatan tidak boleh mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan tanah miliknya sampai dengan ada keputusan lebih lanjut.
 
“Perlu diketahui, berdasarkan Surat DJKN Kanwil ProvJateng Nomor S-825/KN/2011 tanggal 29 April 2011 tentang Penjelasan bahwa tanah kawasan latihan TNI seluas 1.150 HA diperoleh dari peninggalan KNIL tahun 1949. Saat ini tanah tersebut sudah masuk daftar Barang Milik Negara dengan Nomor Registrasi 30709034, jadi bukan milik warga," tutur dia.

Adanya pengusiran warga yang dilakukan oleh aparat dengan tindakan keras, ia mengklaim karena masyarakat tidak mau meninggalkan area tersebut dengan cara baik-baik. 

"Masyarakat sudah tidak bisa dikendalikan dan cenderung berbuat anarkis, maka terjadilah tindakan represif agar warga dapat meinggalkan lokasi, " imbuhnya.

Menurut Susanto tindakan yang dilakukan Kodam IV/Diponegoro tetap mengedepankan tindakan persuasif dengan memaksimalkan mediasi dan mengajak masyarakat untuk duduk bersama menyelesaikan masalah tersebut.

Akibat insiden tersebut, pihaknya menyebut jika saat ini pekerjaan pemagaran untuk sementara dihentikan. Namun pihaknya meminta masyarakat juga menghentikan aktivitasnya di sekitar area Lapbak. 

"Apabila masyarakat merasa memiliki kepemilikan lahan secara sah, silahkan menuntut jalur hukum di pengadilan," jelas Kapendam.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya