Membaca dalam Lagu Akhiri Bandung Readers Festival 2019

Bandung Readers Festival 2019
Sumber :
  • Dokumen Bandung Readers Festival 2019

VIVA – Rangkaian acara Bandung Readers Festival 2019 ditutup Minggu 8 September 2019 dengan menampilkan musik dari Pusakata. Pusakata juga berbagi cerita tentang pengalaman mereka berliterasi. Is, orang di balik Pusakata, setiap kali selesai mendendangkan sebuah lagu, selalu menyapa penonton dan mengajaknya berdiskusi.

Begini Cara Meutya Hafid Wujudkan Masyarakat Digital Berdaya Saing, Inovatif dan Produktif

Bagi Is, membaca apapun itu penting, termasuk membaca sebuah lagu. Interaksi pencipta dan penikmat musik hadir di sebuah pertunjukan. Is sangat senang bercerita di dalam setiap karyanya. Cerita di sebuah lagu bisa jadi terdapat sambungannya di lagu yang lain.

"Buat saya, apapun itu, entah ia film entah ia musik atau apapun bentuknya, kesenian itu harus dibaca. Interaksi pengkarya dan penikmatnya adalah ketika karya itu hadir di depan. Dinyanyikan. Efek yang muncul dari interaksi itu enggak perlu diatur. Dari dulu kalau saya bikin lagu itu selalu bersambung, atau bercerita," ujar pria kelahiran Makassar itu.

Literasi Digital Masyarakat Indonesia Masih Berada di Katagori Sedang

Dari beberapa lagu yang dinyanyikan, Is juga membawakan lagu-lagu dari album terbarunya yang bertajuk "Dua Buku" yang dirilis Juli lalu. “Kumpul Famili dan Teman” merupakan salah satu lagu dalam album tersebut.

Di dalamnya, Is bercerita tentang masa kecilnya, bagaimana ia berinteraksi dengan orang tua, kawan-kawannya, hingga makanan di masa kecilnya.

Mengapa Literasi Adalah Kunci Melindungi Diri di Era Saat Ini?

Menurut Is, membaca juga penting bagi setiap musisi. Bagaimana musisi merangkai kata dalam setiap liriknya, bahkan sampai bisa merangkai sebuah cerita dalam satu album, itu ditopang oleh apa saja yang telah dibaca oleh seorang musisi.

Is menambahkan, membaca itu menghadirkan kesenangan tersendiri, mulai dari kekayaan bahasa sampai detail setiap peristiwa.

"Buku terakhir yang saya baca adalah karya Sidharta & Dan Brown. Ketika membaca, saya belajar untuk melihat sesuatu dengan detail. Bahasa itu merupakan suatu kekayaan. Sekarang saya belum baca lagi karena saya menikmati itu," ungkap pria yang bernama asli Mohammad Istiqomah Djamad itu.

Pusakata menutup penampilannya dengan lagu “Untuk Perempuan yang Sedang dalam Pelukan”.
Sebelumnya, puncak Bandung Readers Festival 2019 juga menghadirkan beberapa talkshow. Talkshow pertama bertemakan “Relasi Penerbit, Pembaca, dan Platform Digital” menghadirkan tiga pembicara, Aulia Halimatussadiah co-founder & CMO Storial.co, Sari Meutia CEO Mizan Publishing Group, dan Abduraafi Andria, seorang blogger buku.

Ketiganya menceritakan bagaimana sirkulasi penyebaran karya tulis di era kekinian.

 Sedangkan talkshow kedua, yang bertemakan “Kesetaraan dan Keragaman dalam Sastra Indonesia: Pengalaman Pembaca” juga menghadirkan tiga pembicara, yaitu Liliy Yualinati Farid, penggagas Makassar International Writers Festival (MIWF); penulis Mona Sylviana; dan Aquarini Priyatna, akademisi Universitas Padjajaran.

Ketiganya menyampaikan pengalamannya sebagai pembaca mengenai nilai kesetaraan dan keragaman yang terkandung dalam sastra Indonesia.

Talkshow paling terakhir membahas aktivisme sosial di era digital, yang menghadirkan Herry (Ucok) Sutresna, aktivis dan salah satu pendiri kolektif hip hop Homicide di tahun 1994; Nuran Wibisono, jurnalis Tirto.id; dan Jeanne Sanjaya, Campaign Coordinator di change.org.

Ketiganya menyampaikan bahwa di era digital ini, kecakapan seorang aktivis sosial haruslah mumpuni. Aksi pembelaan terhadap yang terpinggirkan bisa disuaran melalui banyak media dan platform.

Koordinator BRF, Galuh Pangestri mengatakan, Bandung Readers Festival diharapkan dapat menjadi penyemangat bersama dalam menjaga budaya membaca, sekaligus merawat ekosistem literasi di kota Bandung dan lebih luas lagi, di Indonesia. Dalam sambutan penutupan itu, ia mengucapkan terima kasih banyak kepada individu dan komunitas yang telah mendukung baik secara moril dan materiil, yang mengerahkan daya dan pikiran sehingga Bandung Readers Festival dapat terwujud untuk masyarakat.

"Acara ini mungkin tak akan seperti sekarang jika tidak ada kolaborasi bersama kawan-kawan semua, mulai dari komunitas, para pembicara dan moderator, para pelapak buku, hingga kawan-kawan semua yang hadir di sini. Bandung Readers Festival adalah milik kita bersama, sampai jumpa di BRF 2020," kata Galuh Pangestri. (*)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya