Koalisi Sipil Mendirikan Posko Pengaduan Korban Kekerasan di Papua

Petugas membawa korban terluka insiden kerusuhan di Deiyai di RSUD Mimika, Papua
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sevianto Pakiding

VIVA – Koalisi masyarakat sipil Papua di Jayapura hari ini resmi membuka posko pengaduan korban kekerasan dan pelanggaran HAM di Tanah Papua yang terjadi sejak 19 Agustus 2019. Posko pengaduan tersebut berada di kantor firma hukum AHIMSA di Jl. Raya Sentani, Padang Bulan – Abepura.

Inisiatif ini dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil Papua setelah mendapatkan laporan maraknya intimidasi dan penutupan akses terhadap keluarga korban yang ingin mendapatkan informasi dan kejelasan terkait anggota keluarga mereka yang menjadi korban selama aksi kekerasan terjadi di beberapa wilayah di Papua dan Papua Barat.

“Kami menghimbau para keluarga korban untuk melaporkan jika ada anggota keluarga mereka yang belum diketahui keberadaannya, termasuk korban luka-luka, salah tangkap dan mereka yang mengalami trauma sejak aksi kekerasan terjadi,” kata Baguma dari Bersatu Untuk Kebenaran. 

Baguma mengatakan, upaya ini dilakukan salah satunya untuk mengimbangi informasi sepihak dari pihak aparat keamanan maupun pemerintah terkait adanya korban kekerasan di tanah Papua. Informasi terkait korban juga semakin simpang siur akibat kebijakan pembatasan dan pemutusan akses internet di tanah Papua yang dilakukan oleh pemerintah.

Suasana saat aksi massa dibubarkan polisi di Jayapura Papua Kamis (29/8/2019)Pembubaran aksi unjuk rasa di Papua

Baguma menjelaskan, pada tanggal 1 September pihak Kepolisian telah mengeluarkan data dengan sangat rinci terkait kerusakan dan kerugian material akibat aksi unjuk rasa pada 29 Agustus di Jayapura.

Anehnya, informasi mengenai korban luka-luka dan meninggal tidak disampaikan dalam pengumuman tersebut, sementara Koalisi Masyarakat Sipil Papua telah menerima informasi tentang adanya korban luka maupun jiwa dari warga sipil dalam peristiwa yang terjadi di Jayapura.

Di satu sisi, aparat keamanan agresif melakukan penangkapan-penangkapan di sejumlah daerah di Papua terhadap mereka yang diduga sebagai provokator perusakan dan dituduh sebagai dalang dari peristiwa kekerasan di tanah Papua.

Sementara itu perwakilan Elsam Papua, Yuliania menyebutkan, publik berhak untuk tahu terkait apa yang sebenarnya terjadi di Papua selama tiga minggu terakhir. Monopoli informasi yang dilakukan oleh pemerintah disertai dengan pembatasan akses bagi keluarga koban merupakan tindakan yang tidak proporsional dan bertentangan dengan prinsip keadilan dan hak atas informasi. Belum lagi pelayanan sosial di Jayapura juga terganggu.

“Kami juga sangat kecewa atas pernyataan dari Menkopolhukam Wiranto yang mengatakan bahwa terserah pemerintah apakah mau menngumumkan jumlah korban jiwa atau tidak,” kata  Yuliana.

Yuliana mengatakan, tidak adanya transparansi dari pemerintah terkait jumlah korban luka maupun jiwa baik dari peristiwa di Jayapura maupun di Deiyai dan beberapa kota lainnya di Papua menunjukkan bahwa pemerintah terkesan secara sengaja melakukan praktek-praktek diskriminasi terhadap korban dan keluarga korban di Papua.

“Kami melihat, terkesan pemerintah lebih peduli pada kerusakan meteril ketimbang keadilan bagi korban luka dan meninggal. Ini menjadi deret panjang impunitas bagi kasus-kasus pelanggaran HAM yang serius, seperti perampasan hak hidup, di Tanah Papua,”ungkapnya.

Menurut dia, organisasi-organisasi HAM di Papua, nasional, dan internasional telah berulang kali menyerukan adanya investigasi independen, imparsial, dan efektif atas kasus-kasus dugaan pembunuhan di luar proses hukum demi terwujudnya keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat luas. Ketiadaan investigasi independen, imparsial, dan efektif ini merupakan sumber impunitas dan ketidakpercayaan publik terhadap institusi penegakan hukum di Papua.

Kerusuhan di Papua.Kerusuhan di Papua

Pembatasan Akses

Dari Sungai hingga Laut, Dampak Polusi Plastik pada Ekosistem Perairan

Koalisi Masyarakat Sipil Papua mendapatkan laporan terkait adanya korban jiwa dan luka-luka yang saat ini masih berada di beberapa rumah sakit di Jayapura dan Deiyai. Namun, keluarga, jurnalis maupun pekerja kemanusiaan tidak diberikan akses untuk melihat langsung korban.

“Pembatasan akses bagi keluarga korban adalah bentuk pelanggaran HAM dan pemerintah dan aparat harus membuka akses bagi keluarga korban, para jurnalis, dan pekerja kemanusiaan,” kata Yuliana Langowuyo SKPKC Fransiskan Papua. 

KKB Berulah Jelang Pilkada Serentak, 2 Tukang Ojek di Puncak Papua Tewas Ditembak

Ia mengatakan, walaupun jumlah korban belum diumumkan secara resmi oleh Kepolisian dan pemerintah, Kapolri Jendral Tito Karnavian bersama dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengunjungi empat keluarga korban tewas akibat insiden kekerasan di Jayapura. Sayangnya upaya ini tidak dilanjutkan dengan suatu komitmen publik untuk upaya pengungkapan pertanggungjawaban pidana bagi pelaku terkait.

Koalisi berharap dengan dibukanya posko pengaduan ini, masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam pengungkapan kebenaran dengan memberikan data dan informasi terkait anggota keluarga mereka yang menjadi korban kekerasan.

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

“Hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi pemerintah bahwa  betapapun sistematisnya upaya pemutusan akses informasi yang dilakukan, publik selalu menpunyai cara untuk  mengungkapkan keadilan dengan caranya sendiri,” ujar Ketua HMI cabang Jayapura, Haryanto.

Koalisi Masyarakat Sipil Papua menemukan bentuk pelanggaran HAM lainnya terhadap salah satu keluarga korban meninggal di Jayapura. Keluarga salah satu korban meninggal tidak diberi kesempatan untuk melihat jenazah korban. Keluarga korban hanya bisa menjemput jenazah korban yang disimpan di dalam peti mati dan keluarga korban tidak diberi kesempatan untuk membuka peti tersebut.

Organisasi-organisasi HAM di Papua, nasional, dan internasional telah berulang kali menyerukan adanya investigasi independen, imparsial, dan efektif atas kasus-kasus dugaan pembunuhan di luar proses hukum demi terwujudnya keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat luas. Ketiadaan investigasi independen, imparsial, dan efektif ini merupakan sumber impunitas dan ketidakpercayaan publik terhadap institusi penegakan hukum di Papua.

Posko pengaduan ini dibentuk agar para pembela HAM dan publik bisa menghasilkan narasi alternatif untuk pengungkapan kebenaran yang komprehensif atas apa yang terjadi di Papua, khususnya di Jayapura, dalam beberapa minggu terakhir ini.

“Kami juga menghimbau kepada berbagai pihak termasuk institusi-institusi keagamaan serta asrama-asrama mahasiswa untuk membuka posko pengaduan bagi keluarga korban. Hal ini penting untuk memperkuat upaya pengungkapan kebenaran dan keadilan bagi korban,” kata Anum Siregar,SH ALDP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya