Kisah Perjuangan Orang-orang Papua Lepas dari Penjajah

Frans Kaisiepo (kiri), Marthen Indey (tengah) dan Silas Papare (kanan). Mereka adalah tokoh muda dan aktivis pro-kemerdekaan yang memperjuangkan Papua agar lepas dari penjajahan Belanda dan sekaligus bergabung kepada Republik Indonesia.
Sumber :
  • KITLV/Wikimedia Commons/Ist

VIVA – Papua terus menjadi sorotan publik nasional dan internasional, walau sayangnya yang kini lebih banyak disorot adalah kerusuhannya maupun kasus provokasi yang memicu kerusuhan itu pada pertengahan Agustus 2019 lalu. Sebagian publik bahkan kurang peduli mengenai sejarah Papua sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, malah hanyut dengan hasutan-hasutan miring bahwa Papua ingin pisah untuk bentuk negara sendiri.

Polda Metro Tangkap Penipu di Tiktok yang Pakai Foto Artis untuk Kelabui Korbannya

Begitu mudahnya menyebarkan informasi di media sosial, sehingga muncul lah beragam hoax atau informasi sesat bahwa Indonesia seolah-olah "menjajah" Papua, atau Papua cuma "dititipkan" oleh PBB kepada Indonesia sejak 1963 untuk mengatasi konflik bersenjata dengan penjajah Belanda, atau cuma klaim sepihak mendiang Presiden Soekarno.

Namanya juga hoax, itu semua tidak benar. Bila ada yang ingin menyisihkan sebagian waktunya untuk mencari tahu yang sebenarnya, ada literasi-literasi sejarah yang mencatat jasa orang-orang Papua sendiri untuk lepas dari penjajahan Belanda sekaligus bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak 1945.

Significant Progress in Papua's Development Over the Last Decade

Salah satu referensi yang menarik disimak adalah serial buku berjudul "Mengindonesiakan Indonesia" karya Harry Kawilarang (2011), buku terdiri dari 12 volume yang menjabarkan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia selama 1900-1958. Dalam buku volume 8 serial itu dijelaskan juga mengenai sejarah perjuangan Bangsa Papua dalam melepaskan diri dari penjajahan Belanda sekaligus ingin bergabung kepada pangkuan NKRI yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.

Perjuangan mereka ini terjadi jauh sebelum kontak senjata antara pasukan Republik Indonesia dan tentara Belanda dalam membebaskan Papua dari cengkeraman penjajah pada awal 1960an. Mereka melawan dengan berbagai cara, dari membuat pamflet, mendirikan partai-partai politik, mengibarkan Bendera Merah Putih, memobilisasi massa hingga melancarkan perlawanan bersenjata. Berkali-kali gagal, mereka terus mencoba.

Mengapa Literasi Adalah Kunci Melindungi Diri di Era Saat Ini?

Perlawanan orang-orang Papua itu juga tak lepas dari peran pejuang-pejuang pro kemerdekaan RI, yang menjadi tawanan Belanda di Boven Digoel, wilayah hutan lebat yang didirikan suatu kamp penjara di wilayah pedalaman ujung tenggara Papua, yang berbatasan dengan Papua Nugini di sebelah timur. Sebut saja GSSJ Ratulangi, Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta dan lain-lain.

Mereka, walau dibuang ke penjara di tengah hutan belantara seperti Boven Digoel, justru turut menularkan semangat kemerdekaan bagi putra-putra asli Papua. Para “lulusan” penjara alam Boven Digoel ini lah yang populer dengan sebutan Kaum Digulis.

Papua, yang diklaim Belanda sejak 24 Agustus 1828 sebagai wilayahnya, turut bergolak setelah berita proklamasi kemerdekaan RI. Berita itu disampaikan oleh dua tokoh muda saat itu, Des Alwi dan Jusuf Ronodipoero melalui kantor berita Domei.

Kaum Digulis, para tokoh muda maupun kaum intelektual yang ditahan Belanda di pedalaman Boven Digoel karena dianggap memberontak, kembali bergairah karena perjuangan mereka tidak sia-sia. Begitu pula para pemuda Papua yang merasa ini momen yang tepat untuk lepas dari penjajahan.

Mereka pun dengan bersemangat membuat pamflet dan brosur-brosur kemerdekaan Indonesia yang disebarkan ke penjuru Papua dari Kota Merauke. Bahkan kegiatan mereka itu juga sampai ke Australia.

Pengibaran Merah Putih

Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang pejabat Belanda di Papua, disebut-sebut bahkan turut memberi dorongan kepada Kaum Digulis untuk menjalankan gerakan bawah tanah dalam rangka merebut Papua untuk NKRI. Tindakan itu terlihat pada 31 Agustus 1945, saat Abdulkadir dan para pembantunya sedang mempersiapkan perayaan ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina, di Hollandia (Jayapura).

Pimpinan KKB Paniai, Jemmy Magai Yogi ditangkap Satgas Operasi Damai Cartenz-2024

Satgas Damai Cartenz Tangkap Pimpinan KKB Paniai, Jemmy Magai Yogi

Dalam penangkapan ini, aparat juga mengamankan ratusan butir amunisi.

img_title
VIVA.co.id
16 Oktober 2024