Respons Sri Mulyani Terhadap Laporan Bank Dunia
- Instagram @smindrawati.
VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati merespons kajian Bank Dunia terhadap potensi perlambatan ekonomi global terhadap ekonomi Indonesia. Kata dia, pemerintah telah melakukan langkah-langkah antisipatif terhadap potensi itu sebagaimana kebijakan-kebijakan yang telah diumumkan ke publik awal bulan.
Sri mengatakan, kebijakan antisipatif tersebut bisa dilihat dari rencana pemerintah untuk terus melanjutkan reformasi perpajakan melalui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.
Menurutnya, kebijakan perpajakan sebagaimana yang telah disampaikan kemarin itu, dalam rangka menciptakan lingkungan ekonomi Indonesia yang sehat, tetap tumbuh tinggi dan stabil, sehingga confidence atau kepercayaan Investor terhadap Indonesia bisa tetap terjaga.
"Capital pada akhirnya akan mencari tempat, kalau dia lagi jittery (gelisah), maka dia akan mencari tempat yang dianggap aman. Kalau kita, Indonesia, bisa menunjukkan bahwa kita adalah tempat yang aman dan baik, maka mereka akan tetap ke Indonesia," tuturnya di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat 6 September 2019.
Di samping itu, lanjut dia, kondisi ekonomi Indonesia yang masih tumbuh di kisaran lima persen dan inflasi terjaga rendah di kisaran tiga persen, serta pembangunan yang terus berjalan hingga saat ini, menjadi sinyal bagi investor bahwa Indonesia merupakan tempat yang baik bagi investasi.
"Jadi, untuk menjaga dari gejolak perubahan global, kita harus menunjukkan bahwa Indonesia adalah tempat yang baik dan aman, pertumbuhan tetap tinggi, inflasi tetap rendah, stabilitas tetap terjaga dan kebijakan ekonomi itu pro investasi pembangunan. Masyarakat akan tetap mendapatkan pekerjaan dan infrastruktur bisa menambah confidence," ungkap dia.
Presiden Jokowi, lanjut dia, juga telah minta jajaran menterinya untuk melakukan penyederhanaan dan lebih aktif melihat kebutuhan investor, agar mereka bisa menerjemahkan minat investasi menjadi aktivitas investasi. Maka, menjadi keharusan untuk menghilangkan peraturan yang menyebabkan berusaha di Indonesia menjadi sulit.
Sebelumnya, Bank Dunia merilis laporan terbarunya terkait risiko ekonomi global dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia edisi September 2019. Dalam laporan itu, Indonesia disebut membutuhkan dana asing US$16 miliar atau setara Rp226 triliun.
Kebutuhan arus dana dari luar tersebut dilakukan, untuk menutup defisit dari neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang mencapai US$33 miliar per tahun. Sementara itu, investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI) ke RI US$22 miliar per tahun.
Untuk itu, dalam mengatasi hal tersebut, Bank Dunia menyatakan bahwa solusi bagi Indonesia adalah tak perlu mengurangi defisit transaksi berjalan tersebut, melainkan menambah arus modal asing ke Indonesia.