Dewan Pers Bentuk Satgas Anti Kekerasan terhadap Jurnalis

Satgas anti kekerasan pada jurnalis dideklarasikan di Dewan Pers.
Sumber :
  • VIVAnews/Syaefullah

VIVA – Dewan Pers membentuk satuan tugas (satgas) anti-kekerasan terhadap jurnalis. Satgas itu dibentuk oleh organisasi jurnalis yang menjadi konstituen Dewan Pers, yaitu dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Jurnalis Dianiaya saat May Day, Polri: Identitas Pers Tidak Kelihatan

Pembentukan satgas dilakukan untuk menyikapi laporan dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Papua Barat terkait beredarnya video propaganda meresahkan warga berkedok karya jurnalistik, karena diduga kuat dilakukan dua oknum wartawan televisi. 

"Jadi artinya begini, pas kasus itu muncul, mencermati, ternyata betul teman-teman di Sorong menyampaikan ada situasi kegaduhan di mana muncul lah cerita bahwa wartawan menurut versi mereka yang membuat gaduh suasana. Maka kami tindak lanjuti segera dengan teman-teman konstituen," kata Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya di kantornya, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis, 5 September 2019. 

Hercules Pukul Wartawan, Polri Telusuri Dugaan Pidana

Untuk itu, satgas ini akan melakukan investigasi apakah betul cerita yang berkembang di mana ada narasi yang terbangun, ada oknum wartawan yang melakukan tindakan provokasi hingga membuat situasi di Papua gaduh. 

Karena itu, ia ingin memastikan dahulu apakah itu dilakukan dalam posisi wartawan dalam kerjanya atau bukan. Ia pun tidak bisa terlalu banyak mengomentari hal itu, karena butuh penelusuran, termasuk datang ke lokasi mengenai perkara tersebut.

Redaksi Kecam Aksi Kekerasan Hercules Terhadap Jurnalis VIVA

"Di sana kami kumpulkan bukti-bukti yang disampaikan, tapi sekali lagi kan buktinya sepihak. Kami perlu mencocokkan dari yang mengadu dan teradu, kemudian kita cocokkan fakta di lapangan," ujarnya.

Pengurus Pusat IJTI Yadi Hendriana menjelaskan kronologi singkat masalah itu. Dua orang jurnalis televisi masing-masing televisi lokal dan nasional melakukan pengambilan gambar pada 23 Agustus 2019 berupa wawancara peserta aksi atas nama Leonarde Ijie pada saat aksi menyalakan lilin di Kota Sorong. Aksi lilin itu ada untuk merespons kasus rasisme di Kota Malang dan Surabaya.

Menurut dia, hasil wawancara yang dilakukan dua orang jurnalis televisi terhadap peserta aksi atas nama Leonarde Ijie kemudian diedit. Hasil editing itu kemudian beredar dan meresahkan warga karena isinya dinilai berisi ujaran kebencian dan propaganda.

"Atas situasi ini membuat sejumlah jurnalis dari berbagai platform terhambat melakukan tugas-tugas jurnalistiknya karena khawatir ada penolakan dari masyarakat," ujar Yadi.

Hasil editan video dua oknum jurnalis tersebut beredar di media sosial dan pesan berantai WhatsApps namun tidak tayang di televisi atau media mainstream lainnya sebagai bentuk karya jurnalistik. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya