Kronologi Pembokaran Kampung Diduga Maksiat di Puncak yang Rusuh
- VIVAnews / Muhammad AR (Bogor)
VIVA – Asap hitam membumbung menyeliputi jalan yang dikelilingi kebun teh, Jalan Raya Puncak, Kampung Naringgul, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Rabu 4 September 2019.
Api dikelilingi warga yang juga sebagian adalah kaum ibu yang menenteng spanduk.
Dalam aksi penolakan ini, warga berjejer membentuk pagar betis menghalau alat berat yang baru saja tiba. 25 bangunan menjadi target, setelah beberapa waktu lalu, 28 bangunan sudah dibongkar. Bangunan rumah ini dihuni 58 Kepala Keluarga, mereka harus digusur, lantaran menempati lahan milik negara.
Selain rumah, di sana ada home stay yang sering disinggahi wisatawan menginap. Pepen salah seorang warga mengatakan, aksi warga kali ini bentuk tuntutan, agar pemerintah memberi konpensasi yang dijanjikan.
"Awalnya Satpol PP berjanji hanya kamaran (homestay) yang dibongkar, tetapi pada kenyataannya rumah warga semua dibongkar. Warga hanya mempertahankan untuk kehidupan sehari-hari," katanya kepada VIVAnews.
Pepen mengatakan, ada uang kerohiman satu KK diberi Rp20 juta, namun dari 58 KK baru 25 di antarannya yang menerimanya.
"Sisannya 28 KK tidak jelas. Tututan hari ini, kami meminta kejelasan. Kami meminta hitam di atas putih, sehingga jelas. Sekarang, warga mau dibagaimanakan lagi oleh negara," tutur Pepen.
Eksekusi berlangsung panas, sempat terjadi penghadangan oleh warga. Ratusan petugas gabungan Satpol PP yang dibantu aparat Kepolisian berjaga, berusaha meredam perlawanan warga. Sempat terjadi saling dorong dengan warga.
Kepala Bidang Penegakan Perundang-udangan dan Perda Satpol PP Kabupaten Bogor, Agus Ridallah mengatakan, bangunan merupakan tempat tinggal dan homestay di atas lahan milik negara.
"Bangunan di sini tidak memiliki IMB (Izin Memdirikan Bangunan) dan berada di atas lahan negara. Kami tidak serta merta membongkar, tetapi sudah melalui surat peringatan pertama hingga ke tiga," kata Agus.
Terkait isu esek-esek prostitusi di bangunan yang diakui sebagai rumah warga, Agus memastikan, telah melakukan pengintaian dan penyelidikan. Hasilnya, lokasi itu disewakan per jam yang digunakan sebagai tempat prostitusi terselubung.
"Ini sangat mengganggu ketertiban umum. Maka, Bupati Bogor yang menggalangkan progam Nobat (Nonggol Babat) terhadap tempat maksiat menjadi prioritas," tegas Agus.
Warga bersikukuh mempertahankan bangunan rumahnya. Namun, menurut Agus, pihaknya tidak tebang pilih, baik digunakan sebagai rumah ataupun penginapan. Sebanyak 30 bangunan tersisa di Kampung Narunggul diratakan menjadi tanah.
"Untuk uang kerohiman bukan tanggung jawab kami, tidak ikut-ikutan itu. Namun, jika pemerintah daerah memfasitasi santunan atau kerohiman, silahkan. Tapi kalau Satpol PP, ada tidak ada (kerohiman) tetap jalan," kata Agus. (asp)