KPK Beberkan Kronologi Penangkapan Bupati Muara Enim Ahmad Yani
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Bupati Muara Enim Ahmad Yani meminta Rp13 miliar sebagai syarat kepada kontraktor untuk meloloskan 16 proyek pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019. Angka permintaan itu merupakan fee 10 persen dari total anggaran 16 proyek pembangunan jalan senilai Rp 130 Miliar.
"Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga ada syarat pemberian commitment fee sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 3 September 2019.
Selain Yani, kata Basaria, tim KPK “mengamankan” Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar, Direktur PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi dan stafnya Edy Rahmadi.
Basaria kemudian membeberkan kronologinya. Penangkapan bermula saat Elfin ingin lakukan transaksi dengan Robi bersama stafnya di sebuah restoran mie ayam di Palembang pada Senin, 2 September 2019, pukul 15.30.
Setelah penyerahan uang terlaksana, pukul 17.00 WIB, tim mengamankan Elfin dan Robi beserta staf masing-masing. Tim KPK juga mengamankan uang sejumlah USD 35 ribu.
"Secara paralel, pukul 17.31, KPK mengamankan Bupati Muara Enim di kantornya secara terpisah di Muara Enim dan mengamankan beberapa dokumen," kata Basaria.
Setelah melakukan pengamanan di rumah dan ruangan kerja Robi, ruang kerja Elfin serta ruang kerja bupati, tim kemudian membawa tiga orang ke Jakarta sekitar pukul 20.00. Sedangkan Yani diboyong ke KPK, besok harinya.
Basaria melanjutkan, Ahmad Yani sendiri memberikan keleluasaan pada Elfin untuk kelola proyek pengadaan secara satu pintu di Muara Enim. Dengan begitu, Elfin memiliki ruang untuk meminta syarat 10 persen dari pengadaan 16 proyek jalan.
"Pada 31 Agustus 2019, EM (Elfin) meminta kepada ROF (Robi) agar menyiapkan uang pada Senin dalam pecahan Dollar sejumlah 'lima kosong-kosong'," kata Basaria.
Basaria menduga lima kosong-kosong itu sebagai kode menyiapkan uang Rp 500 juta dalam bentuk dollar. Uang Rp 500 juta tersebut ditukar menjadi USD 35 ribu.
"Selain penyerahan uang USD 35 ribu ini, tim KPK juga menidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp 13,4 Miliar sebagai fee yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan dilingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim," imbuh Basaria. (ren)