Tri Susanti dan Syamsul Ditahan dalam Kasus Rusuh Asrama Papua
- VIVAnews/Nur Faishal
VIVA – Kepolisian Daerah Jawa Timur resmi menahan Tri Susanti alias Susi dan Syamsul Arifin (sebelumnya disebut Saiful) alias SA pada Selasa, 3 September 2019. Keduanya ditahan setelah sejak kemarin diperiksa sebagai tersangka atas insiden kericuhan di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, pertengahan Agustus lalu.
Susi adalah koordinator lapangan massa penggeruduk Asrama Mahasiswa Papua. Dia disangka menyebarkan kabar hoaks dan provokatif sehingga menimbulkan kekisruhan saat aksi massa tentang bendera Merah Putih berlangsung di asrama. Susi dijerat dengan Pasal 45 ayat (2) Juncto Pasal 28 ayat (2) Undang Undang ITE.
SA diketahui sebagai aparatur sipil negara yang bertugas di kantor Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya. Saat massa beraksi di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, SA berada di lokasi melakukan pemantauan. Namun, lebih sekedar memantau, SA disangka ikut melontarkan kata-kata bernada rasial. Dia pun dijerat UU SARA.
Sejak Senin siang, 2 September 2019, Susi dan SA diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka. Pada Selasa dini hari, kuasa hukum mereka pulang. Susi dan SA tetap di ruang penyidikan. Baru pada Selasa siang, Kepolisian menahan mereka setelah keduanya menjalani pemeriksaan kesehatan.
"Pada hari ini untuk tersangka Tri Susanti, termasuk juga Syamsul Arifin, kita pastikan dilakukan penahanan, dimulai pada hari ini untuk 20 hari ke depan," kata Wakil Kepala Polda Jatim Brigadir Jenderal Polisi Toni Harmanto di Markas Polda Jatim di Surabaya.
Sebelumnya kuasa hukum Susu, Sahid, membantah informasi beredar bahwa kliennya ditetapkan sebagai tersangka karena ujaran rasial. Menurutnya, tidak ada pasal seperti yang dijeratkan kepada Susi, tetapi dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE. "Bukan rasis," ujarnya.
Pengacara SA, Ari Hans Simaela, mengatakan bahwa kliennya memang melontarkan kata-kata umpatan saat memantau aksi di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya. Namun, kata dia, ungkapan itu terlontar secara spontan karena emosi. "Tidak ada maksud menghina," ujarnya.