Istana Klaim Pembatasan Internet di Papua atas Perintah Undang Undang
- Viva.co.id
VIVA – Pemerintah masih membatasi akses internet di Papua. Istana menegaskan, pembatasan ini adalah perintah konstitusi untuk menangkal penyebaran hoax yang kian liar.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, pemerintah memang harus melakukan itu untuk menangkal penyebaran informasi bohong yang memicu aksi anarkistis, sesuai Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Pemerintah diperintah oleh Undang Undang untuk bisa membatasi data dan agar tidak terjadi penyebaran berita hoax,” kata Ngabalin di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2019.
Menurutnya, eskalasi massa yang begitu keras di awal aksi dipicu oleh berita bohong tentang pembunuhan mahasiswa di Sorong, Papua Barat. Ditambah lagi informasi liar bahwa lima orang mahasiswa disebut babak belur. Padahal, semua kabar itu tidak benar, namun belakangan isunya berubah dari rasialisme ke separatisme.
Putra asli Papua itu mengatakan, persoalan demonstrasi awalnya hanya unjuk rasa biasa untuk memprotes tindakan rasialis. Semua pihak juga tegas menolak tindakan pelecehan terhadap kemanusiaan itu.
"Tapi ketika mereka masuk ke wilayah-wilayah separatis, masuk ke wilayah yang melibatkan pihak asing, pihak ketiga, untuk bicara, lain lagi ceritanya," katanya.
Para penyeru rasialis di Surabaya itu pun sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pemerintah juga bekerja dengan Kepolisian untuk mencari dalang atau provokatornya.
"Dan kedua, (pemerintah mencari informasi) dari mana orang-orang yang menyalurkan anggaran-anggaran yang begitu bisa untuk memobilisasi massa, dan lain-lain," ujarnya.