NU Jatim Haramkan Hukuman Kebiri Kimia
- VIVAnews/Nur Faishal
VIVA – Pengurus Wilayah Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama Jawa Timur mengumumkan hasil pembahasan terkait hukuman kebiri kimia, hukuman tambahan dalam perkara pencabulan atau pemerkosaan kategori berat. Hasilnya, LBM Jatim tidak sepakat dengan hukuman kebiri kimia.
Keputusan itu diperoleh dari hasil forum bahtsul masail yang digelar LBM di kantor NU Jatim, Jalan Masjid Al Akbar Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis, 29 Agustus 2019. Ada 11 ahli dalam forum, di antaranya Ketua PW LBM NU Jatim, Ahmad Ahsyar Sofwan. Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim, dr. Edi Suyanto, juga diundang.
Topik kebiri kimia dipilih menyikapi polemik eksekusi hukuman tambahan kebiri kimia yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap M Aris (21 tahun), terpidana perkara pencabulan dengan korban sembilan bocah. "Dalam agama kita, tidak mengenal adanya hukuman itu (kebiri kimia)," kata Ketua LBM NU Jatim, Ahmad Asyhar Sofwan.
Karena di dalam hukum Islam tidak dikenal hukuman kebiri, maka penerapan hukuman kebiri kimia dalam produk hukum di Indonesia kontra dengan hukum Islam.
"Hasilnya, PW NU tidak setuju adanya hukuman kebiri. Selain karena kontra dengan hukum Islam, (kebiri kimia) juga ada madaratnya. Hukum itu harus melindungi dari pada hak-hak asasi manusia. Dalam hal ini ada lima, di antaranya hak memiliki keturunan. Kalau orang dikebiri, maka hak memiliki keturunan akan hilang," ujar Ahmad.
Berikut ini keputusan LBM NU Jatim mengenai hukuman kebiri kimia berdasarkan perspektif hukum Islam atau fikih:
Hukum pidana kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dapat dikategorikan sebagai takzir, namun demikian tidak diperbolehkan sebab:
1. Takzir harus berdasarkan kemaslahatan;
2. Mayoritas ulama mensyaratkan takzir tidak berdampak negatif, sementara kebiri kimia tidak hanya merusak organ reproduksi tapi dapat merusak organ yang lain, serta berdampak negatif pada kondisi psikologis pelaku;
3. Tidak sesuai dengan kode etik dan sumpah profesi dokter; dan
4. Tidak sesuai dengan KUHP.
Dan untuk melindungi anak dari kejahatan seksual, maka pelaku harus dihukum dengan seberat-beratnya sesuai perundang-undangan yang berlaku.