Dunia Sorot Papua, Berjatuhannya Korban Sipil Hingga Info Simpang Siur
- ANTARA FOTO/Dian Kandipi
VIVA – Sebanyak enam pengunjuk rasa dan satu anggota militer tewas sementara beberapa lainnya termasuk anak-anak dilaporkan terluka di Papua Barat. Hal itu terjadi setelah pihak berwenang terlibat bentrok dengan demonstran yang menuntut kemerdekaan.
Hal ini diberitakan media berbahasa Arab dan Inggris yang berbasis di Qatar, Al Jazeera. Mengutip kesaksian saksi mata, media internasional itu menyebut sebuah sumber di salah satu aksi demonstrasi di Kabupaten Deiyai mengatakan bahwa memang setidaknya enam warga sipil Papua tewas.
"Saksi yang meminta anonimitas karena alasan keamanan juga melihat beberapa orang terluka oleh tembakan dan pengunjuk rasa melarikan diri ke hutan, karena takut dikejar oleh polisi dan tentara," kata dia.
Outlet berita asal Inggris The Guardian juga memberitakan bahwa sebanyak enam pengunjuk rasa dan satu tentara tewas dalam bentrokan di Provinsi Papua barat meskipun pengunjuk rasa dan polisi membantah berapa banyak korban yang telah tewas.
"Salah satu pengunjuk rasa di Kabupaten Deiyai mengatakan kepada The Guardian bahwa polisi telah menembakkan peluru tajam ke kerumunan demonstran di luar kantor kabupaten. Enam orang tewas, dan dua lainnya luka parah," tulis media massa itu.
Namun media yang berbasis di London ini juga turut mengutip juru bicara Kepolisian Nasional Dedi Prasetyo bahwa protes yang dilakukan oleh sekitar 150 orang di Kantor Bupati Deiyai berubah menjadi kekerasan ketika lebih dari seribu lainnya mencoba menyerbu gedung dengan panah dan parang.
"Prasetyo menepis laporan enam pengunjuk rasa yang tewas sebagai provokasi, namun mengatakan seorang tentara tewas dan tiga petugas polisi cedera dalam bentrokan. Pasukan keamanan berusaha mengendalikan keamanan di daerah itu," diberitakan media tersebut.
Media yang berbasis di Singapura, Channel News Asia, dalam artikelnya menuliskan pihak berwenang Indonesia menembaki demonstran Papua dan menewaskan enam orang, ketika mereka mencoba menyerbu kantor pemerintahan setempat di wilayah Deiyai. Channel News Asia mengutip laporan situs berita Suara Papua, yang mencantumkan kutipan juru bicara kelompok separatis.
"Penembakan itu masih terjadi sekarang, kami tidak tahu berapa banyak korban di sana," kata Markus Haluk yakni seorang eksekutif di Pro-independence United Liberation Movement for West Papua.
Media asal Australia ABC menuliskan laporan mengenai adanya perbedaan informasi mengenai kerusuhan yang terjadi. Menurut polisi, pihak berwenang telah tiba untuk bernegosiasi dengan pengunjuk rasa, ketika orang-orang yang bersenjatakan busur dan panah, parang dan tombak menyerang pasukan keamanan.
Namun lagi lewat media lokal Suara Papua, kerusuhan disebut dimulai ketika pasukan militer dan polisi melepaskan tembakan ke arah kerumunan, ketika mereka mencoba memasuki kantor.
ABC menyebut Iinformasi yang datang dari wilayah Papua sulit dikumpulkan karena adanya pemadaman internet. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia mengatakan internet telah dibatasi untuk menghentikan penyebaran informasi yang salah dan hoax.