Sambangi Jokowi Suku Anak Dalam dan Petani Jambi Jalan Kaki 1.000 Km

Aksi suku anak dalam dan petani di Jambi.
Sumber :
  • Syarifuddin Nasution/VIVA.

VIVA – Ratusan warga Suku Anak Dalam atau SAD dan petani di Jambi, pada rabu sore, 28 agustus 2019, akan jalan kaki menuju istana Presiden di Jakarta.

Pelaku Penyerangan di Deliserdang yang Tewaskan 2 Orang Ternyata Suruhan, Segini Upahnya

Informasi dihimpun VIVAnews, aksi jalan kaki 1.000 kilometer itu melintasi sedikitnya dua puluh kota kabupaten di sepanjang Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Provinsi Banten dan  Tangerang dan DKI Jakarta.

Aksi tersebut dimulai dari depan kantor gubernur  Jambi dan akan berakhir di gedung Istana Merdeka Jakarta. Aksi SAD dan petani Jambi merupakan suatu contoh kecil buah banyaknya konflik agraria di provinsi Jambi.

Rocky Gerung Soal Konflik Agraria: Negara Tidak Berhak Memiliki Tanah

Amirudin selaku kordinator lapangan aksi tersebut mengatakan, konflik agraria yang dialami oleh masyarakat SAD sudah berlangsung selama 33 tahun. Salah satunya dengan PT Bangun Desa Utama yang berubah menjadi PT Asiatic Persada, PT Agro Mandiri Semesta, dan sekarang menjadi PT Berkat Sawit Utama (BSU), yang diketahui sejak 1986 tak kunjung selesai.

"Berbagai jalan sudah ditempuh oleh SAD dan petani untuk mengusahakan penyelesaian konflik tersebut mulai dari negosiasi maksimal. Sehingga aksi pendudukan sesuai dengan pepatah daerah Jambi berjenjang naik bertetangga turun juga telah mereka temui untuk menyelesaikan konflik ini," ujarnya.

Kementerian ATR/BPN Bahas Empat Isu Pertanahan di GTRA Summit 2023

Dikatakannya, finalisasi penyelesaian konflik dengan BSU dan PT Asiatic Persada dan dalam konteks ini, Pemerintah gagal memulihkan hak dan martabat SAD dan petani Jambi dirampas puluhan tahun.

"Banyak pihak berasumsi bahwa konflik tersebut sudah selesai dengan kompensasi kemitraan area seluas 2.000 hektare yang berada di luar HGU PT Asiatic Persada. Kompensasi tersebut berada di area PT Maju Perkasa Sawit dan PT Jamur Tulen yang izin lokasi nya telah berakhir pada tahun 2005 dan juga sudah bertahun-tahun berkonflik dengan petani lokal di desa Bungku," jelasnya.

Amirudin menyebutkan Praktek liberalisasi agraria ini sama sekali tidak memberi dampak positif bagi masyarakat. Sebaliknya, konflik agraria sepanjang 1980-2019 berakibat naiknya persentase kemiskinan nasional ketimbang sosial konflik teritorial dan degradasi hutan.

" Kebijakan liberalisasi agraria itu jelas bertolak belakang dengan sangat konstitusi kita pasal 33 UUD 1945. Yang menegaskan bahwa bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," terangnya.

Suku Anak Dalam dan petani berharap Presiden Joko Widodo bisa menuntaskan persoalan konflik agraria ini. Apalagi Jokowi berjanji pernah berjanji akan melakukan hal itu

"Sengketa-sengketa berupa itu tak hanya terjadi di 12 tempat namun tersebar di banyak wilayah Saya minta segera diselesaikan secepatnya dituntaskan agar rakyat memiliki kepastian hukum ada rasa keadilan,"ungkapnya.

Berikut tujuh tuntutan SAD dan petani yang akan dibawa ke istana negara:

1. Meminta kepada Presiden RI dan Kementerian ATR untuk tidak melakukan perpanjangan HGU PT BSU. Sebelum mengembalikan area seluas 3.550 hektare milik warga berdasarkan lokasi hasil survei mikro dari badan dan guna hutan Departemen kehutanan tanggal 11 Juli 1987, dan surat menteri agraria dan tata ruang Kepala badan pertanahan Nasional Nomor 1373/020/3/2016 tanggal 29 Maret 2016

2. Meminta kepada presiden RI dan Kapolri memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi warga suku anak dalam dan petani untuk kembali ke kampung halaman seluas 3.550 hektare

3. Meminta kepada pihak pemerintah dan aparat penegak hukum agar mengambil langkah penegakan hukum terhadap BSU yang diduga sudah melakukan pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit di atas kawasan hutan di atas lahan konservasi dan di sempadan sungai. Serta melakukan perluasan kebun yang diduga di luar izin HGU termasuk perluasan kebun melalui anak perusahaan PT Jamur Tulen dari PT Maju Perkasa sawit yang tanpa izin.

4. Meminta kepada Kapolri mengusut dugaan tindak pidana perkebunan atas penguasaan tanah negara tanpa izin dan tanpa hak untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Jamur Tulen dan PT Maju Perkasa Sawit. Serta mengusut laporan dugaan pemalsuan tanda tangan Bupati Batanghari pada dokumen izin usaha perkebunan budidaya IPB untuk kedua perusahaan itu dan Koperasi Sanak Mandiri.

5. Meminta kepada KPK untuk mengusut kegiatan perambahan dan penguasaan kawasan hutan secara masif tanpa izin diduga dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit perusahaan pemegang izin dan perusahaan tambang di provinsi Jambi. 

Sehingga, menimbulkan potensi kerugian negara pada sektor PBB bidang P3A dan PNBP yang mencapai triliunan rupiah. Termasuk mengusut pejabat negara pemerintah yang diduga terlibat dalam persekongkolan tersebut

6. Mengusulkan kepada Presiden RI untuk membentuk Badan Nasional Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (BNPKAT) yang berpedoman pada konstitusi pasal 33 Undang-undang dasar 1945 dan UUPA Nomor 5/1960.

7. Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis dan petani.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya