Soal Pemindahan Ibu Kota, DPR: Bikin Jajak Pendapat Dong
VIVAnews - Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Herman Khaeron, mengingatkan kepada pemerintah bahwa dalam melakukan pemindahan ibu kota bukan hal yang sederhana. Diperlukan riset yang mendalam, serta harus terlebih dulu dibuat undang-undangnya.
Pemerintah juga dinilai harus memenuhi unsur keterbukaan kepada publik. Karena pemindahan ibu kota akan menyangkut dengan pelayanan publik dan kepentingan masyarakat, sehingga diperlukan juga jajak pendapat tentang pemindahannya.
"Ada 70 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa, jangan sampai pemindahan ibu kota ke Kalimantan menambah beban biaya bagi yang 70 persen penduduk. Jadi kita bahas dulu saja secara terbuka di DPR dan buat jajak pendapat kepada masyarakat," kata Herman, Jumat, 23 Agustus 2019.
Baca juga: Ibu Kota Mau Pindah, Babe Ridwan Saidi di ILC: Pindah Aja Buruan
Memindahkan ibu kota tak semudah membalik telapak tangan, bukan sekadar memindahkan kantor dan pemerintahan, tetapi juga memindahkan para pegawainya. Untuk itu, harus diperhatikan juga bagaimana kehidupan para pegawai apabila ibu kota dipindahkan.
"Berapa juta pegawai pusat yang harus berkantor di Kalimantan? Bagaimana dengan keluarganya? Apakah sarana pendukungnya sudah diperhitungkan? Rumah tinggal, rumah sakit, sekolah pada semua tingkatan, pangan, dan bagaimana kemampuan ekonomi pegawai jika harus pulang pergi ke rumahnya di Jakarta, Jabodetabek dan sekitarnya. Jadi tidak sederhana," katanya.
Pemerintah perlu membahas secara matang dan komprehensif bersama dengan DPR. Karena pada akhirnya semua akan diputuskan oleh DPR. "Kecuali kalau pindahnya misalkan ke Majalengka atau Cirebon, bisa dijangkau dengan membangun kereta cepat," tuturnya.
Selain itu, tidak sederhana, menurut Herman, pemindahan ibu kota belum terlalu mendesak, masih ada hal lain yang lebih penting seperti membuka lapangan pekerjaan dan menyejahterakan rakyat. Terlebih saat ini situasi ekonomi dunia sedang kurang baik, bukan saat yang tepat menggunakan anggaran bernilai ratusan triliun rupiah untuk hal yang tidak mendesak.
"Yang urgent adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, dan menyejahterakan rakyat. Situasi ekonomi dunia sedang kurang baik, bahkan beberapa pengamat berpendapat akan terjadi resesi ekonomi di Asia, kita harus waspada dan fokus di ekonomi," ujarnya.