Dituding Bela HTI, Guru Besar Undip Gugat Rektor

Guru Besar Fakultas Ilmu Hukum Undip Prof Suteki
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVAnews - Guru Besar Fakultas Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Prof Suteki, menggugat rektor di kampusnya lantaran telah diberhentikan dari jabatan Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum pada 28 November 2018.

Penetapan Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka oleh KPK Tak Mengejutkan, Menurut Pakar Politik

Gugatan terhadap Rektor Undip Prof Yos Johan Utama itu dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Pemberhentian dari jabatan itu diduga merupakan buntut dari kesediaan Prof Suteki karena menjadi saksi ahli dalam persidangan gugatan Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan juducial review di Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2017 silam.

Suteki yang merupakan Guru Besar pengajar Ilmu Hukum dan Pancasila selama 24 tahun tersebut merasa dirugikan atas hak jabatan, dan nama baiknya sebagai penerus Yayasan Institute Satjipto Foundation yang dicopot jabatannya karena dianggap melanggar disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

China Eksekusi Mati Li Jianping Koruptor Terbesar Dalam Sejarah Rp6,7 Triliun, Warganet Senggol Kasus Harvey Moeis

Dia menggugat Rektor Universitas Diponegoro atas pemberhentiannya melalui surat keputusan nomor: 586/UN7.P/KP/2018 tentang pemberhentian dua jabatan penting dan beberapa jabatan lain di luar kampus.

Didampingi 21 kuasa hukum melalui kantor hukum Dr Achmad Arifullah, SH MH & Patners, Suteki mengajukan gugatan sengketa atas terbitnya surat keputusan itu di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Gugatan itu teregister pada nomor perkara: 61/G/2019/PTUNSMG tertanggal 20 Agustus 2019.

Waduh, Ternyata Enzo Allie Hampir Dipecat dari TNI oleh Menhan

Ketua tim Advokasi Prof Suteki, Dr Achmad Arifullah menganggap bahwa kliennya telah dicopot dari jabatannya tanpa ada proses mekanisme yang diatur sesuai kode etik atau proses klarifikasi melalui sidang disiplin ASN, maupun Senat Universitas.

"Pemberhentian terhadap klien kami justru tanpa adanya pemeriksaan langsung," kata Arifullah di Semarang, Rabu, 21 Agustus 2019.

Ia mengatakan kehadiran penggugat yakni Prof Suteki sebagai saksi ahli dalam persidangan judicial review pada bulan Oktober 2017 dan 1 Februari 2018 lalu dianggap sebagai pelanggaran berat, karena mengganggu kedaulatan NKRI yang tidak sesuai dengan keahliannya sebagai dosen Pancasila. Padahal, dia memberikan keterangan sebagai ahli sesuai dengan keilmuannya. Namun, hal itu dinilai melanggar Pasal 3 angka 3 PP Nomor 53 Tahun 2010 oleh Rektor Undip.

Menurutnya, keahliannya di bidang Ilmu Hukum dan dosen Pancasila karena pendidikan dan pengalamannya sesuai pengetahuan mendalam yang berkaitan dengan permohonan saat itu merupakan bersifat ilmiah, teknis atau pendapat khusus tentang suatu alat bukti untuk pemeriksaan. Keterangan ahli menurut Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.

"Maka tidak dibenarkan jika tuduhan terhadap klien kami yang diduga berafiliasi pada HTI dan anti-Pancasila, serta dituduh melanggar Pasal 10 angka 1 jo Pasal 3 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil," katanya.

Sehubungan kehadiran Prof Suteki pada persidangan gugatan Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan judicial review di Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2017 silam, Muhammad Dasuki selaku anggota tim kuasa hukum menyebut jika kehadiran kliennya sebagai ahli dalam kedua proses persidangan sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan angka 8.

Keterlibatan kliennya sebagai ahli, Dasuki menyebut, tidak lain dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya selaku Aparatur Sipil Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu tugas dalam memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas dan mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelayanan publik yang dilakukan penggugat dalam kapasitasnya sebagai Akademisi/Guru Besar Ilmu Hukum, khususnya di bidang Hukum dan Masyarakat.

"Kalau itu dianggap melanggar maka silakan Rektor Undip membuktikan bentuk pengkhianatan atau pemberontakan apa yang telah dilakukan Prof Suteki. Jangan tiba-tiba mengeluarkan surat keputusan tanpa pemeriksaan sesuai aturan," kata dia.

Pihaknya pun mempertanyakan keputusan Rektor Undip yang mengeluarkan surat pemberhentian kepada Suteki dan menyampaikan surat pemberhentikan sebagai dosen kepada Gubernur AKPOL Semarang dengan nomor: 4977/UN6.P/KP/2018 tentang penggantian tenaga pengajar Undip di AKPOL. Meski begitu Suteki hingga kini masih diizinkan tetap mengajar di Undip karena yang bersangkutan tetap sebagai dosen PNS.

Diketahui, ketegangan antara Prof Suteki dengan kampus Undip sempat ramai beberapa waktu lalu. Selain terkait kapasitasnya yang sempat menjadi ahli pada persidangan gugatan Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan juducial review di Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2017 silam, tapi juga terkait pro kontra status Suteki terkait HTI di media sosial yang dianggap anti-Pancasila dan NKRI. Puncaknya saat Suteki akhirnya dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum serta Senat Fakultas Hukum Undip. Saat itu Suteki bahkan sempat mengadukan atasannya ke Polda Jawa Tengah. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya