Insiden Asrama Mahasiswa Papua, Polisi: Kami Fasilitator
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera mengatakan, kericuhan yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Jawa Timur, berawal dari isu perusakan bendera Merah Putih. Isu itu memantik massa dari beberapa elemen menggeruduk, Jumat-Sabtu, 16-17 Agustus 2019.
Barung mengatakan, aparat kepolisian datang ke lokasi justru sebagai fasilitor, sekaligus mencegah agar tidak terjadi bentrokan antara massa dengan mahasiswa Papua yang ada di dalam asrama.
Baru pada Sabtu sore, 17 Agustus 2019, sebanyak 34 mahasiswa dibawa dari asrama dan dimintai keterangan di Markas Polrestabes Surabaya.
"Kalau tidak kita amankan, akibatnya justru bentrok masyarakat dengan mahasiswa (Papua), sehingga kita amankan ke-34 mahasiswa tersebut, tapi malamnya sudah kita pulangkan. Mereka sudah pulang karena tidak ada tindak pidana (perusakan bendera)," kata Barung di RS Bhayangkara Surabaya, Senin, 19 Agustus 2019.
Barung menegaskan, tidak ada aparat kepolisian yang melontarkan kata-kata berbau SARA saat proses pengamanan Asrama Mahasiswa Papua, di Jalan Kalasan, seperti isu beredar. Kendati begitu, polisi akan menyelidiki hal tersebut karena bisa jadi ucapan itu terlontar dari oknum massa. "Kami selidiki," ujarnya.
Di bagian lain, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta agar seluruh elemen masyarakat di Jatim berkomunikasi dengan baik dari hati ke hati. Dia juga menjamin perlindungan yang sama kepada seluruh masyarakat yang tinggal di Jatim, termasuk warga Papua. "Kalau saya lagu Papua, saya juga hafal. Jadi, saya ingin bersama kita menjadi Indonesia sesungguhnya," katanya.