AJI-IJTI Kecam Kekerasan Aparat ke Jurnalis, VIVAnews Ikut Jadi Korban
- VIVAnews/Syaefullah
VIVA – Sejumlah jurnalis mengalami kekerasan dan intimidasi oleh oknum aparat kepolisian saat meliput massa pengunjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2019.
Dalam siaran pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyebutkan, sedikitnya enam jurnalis mengalami kekerasan tersebut. Mereka yaitu jurnalis SCTV Haris, jurnalis foto Bisnis Indonesia Nurul Hidayat, fotografer Jawa Pos Miftahulhayat, jurnalis VIVAnews Syaefullah, Reporter Inews Armalina dan dua kameramen, serta jurnalis Antara.com.
Peristiwa itu terjadi saat para pengunjuk rasa yang diamankan di Gedung TVRI sedang digiring ke mobil tahanan polisi. Sejumlah reporter dan fotografer kemudian mengambil gambar foto dan video.
Salah satu jurnalis SCTV, Haris, dipukul di bagian tangan saat merekam video melalui ponselnya. Sebelumnya, dia dilarang dan dimarahi ketika merekam menggunakan kamera televisi. "Kamu jangan macam-macam, saya bawa kamu sekalian," katanya menirukan ucapan polisi.
Haris menyatakan dirinya wartawan, namun polisi tak menghiraukan. Pelaku pemukulan mengenakan baju putih dan celana krem.
Korban lainnya, jurnalis foto Bisnis Indonesia, Nurul Hidayat. Dia dipaksa menghapus foto hasil jepretannya. Menurut Nurul, pelaku mengenakan pakaian bebas serbahitam, berambut agak panjang, dan ada tindikan di kuping.
Fotografer Jawa Pos Miftahulhayat juga terpaksa menghapus foto di bawah intimidasi polisi. Dia diancam akan dibawa polisi bersama para demonstran yang diangkut ke mobil.
Jurnalis VIVAnews, Syaefullah, yang mengalami intimidasi serupa. Polisi meminta rekaman video miliknya dihapus. Dia juga diancam akan diangkut polisi jika tak menghapus video itu.
Reporter Inews, Armalina, dan dua kameramen juga mengalami intimidasi oleh oknum aparat berbaju putih. Salah seorang petugas bahkan berteriak, "Jangan mentang-mentang kalian wartawan ya!"
Salah seorang wartawan media online ditarik bajunya dan dipaksa menghapus foto. Melihat kejadian itu, kru Inews tidak berani melawan kesewenangan aparat dan terpaksa menghapus videonya.
Kasus kekerasan terhadap jurnalis bukan kali ini saja terjadi. Tindakan melanggar hukum yang dilakukan aparat penegak hukum bukan hanya mencederai kebebasan pers, tapi juga mempermalukan institusi Polri di hadapan publik.
AJI Jakarta mendesak aparat kepolisian menghentikan intimidasi dan kekerasan tersebut karena jelas-jelas melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Kami mendesak aparat kepolisian menghentikan kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis serta mengusut tuntas kasus ini," kata Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani dalam siaran pers, Jumat, 16 Agustus 2019.
Atas peristiwa tersebut, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) juga mengecam keras tindakan oknum personel kepolisian. Dalam siaran pers, Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana mengemukakan, tugas jurnalis dilindungi oleh Undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bahwa dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.
Kerja-kerja jurnalistik itu meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik. Oleh karena itu pelaku tindak kekerasan bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Tindakan oknum personel polisi yang mengintimidasi, serta penghapusan video dan foto yang diambil oleh awak media masuk kategori perbuatan melawan hukum. IJTI meminta agar para oknum personel polisi segera ditindak sesuai ketentuan yang berlaku.
"Mendesak aparat kepolisian menindak para oknum personel polisi yang melakukan intimidasi kepada para jurnalis, saat meliput elemen buruh yang akan berunjuk rasa di depan gedung DPR RI," demikian bunyi siaran pers IJTI.