Bowo Sidik Pangarso Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, terima suap sekitar 163.733 Dollar Amerika Serikat dan Rp311 Juta. Uang itu berasal dari Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Taufik Agustono, dan anak buahnya yang merupakan Manager Marketing PT HTK, Asty Winasty.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Jaksa KPK, Kiki Ahmad Yani, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 14 Agustus 2019.
Jaksa Kiki menjelaskan, uang sebanyak 163.733 Dollar AS serta Rp311 juta tersebut diterima secara langsung oleh Bowo Pangarso atau melalui orang kepercayaannya yaitu M Indung Adriani. Padahal, dalam undang-undang (UU) penyelenggara negara dilarang untuk menerima apapun dari pihak manapun.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa Kiki.
Bowo disebutkan Jaksa, diduga menerima suap untuk membantu PT Humpuss Transportasi Kimia mendapat kerjasama pengerjaan sewa kapal untuk pengangkutan dari PT PILOG. Sebab, kontrak kerjasama antara PT HTK dan PT PILOG telah diputus atau berhenti sebelumnya.
Selain itu, Jaksa juga mendakwa Bowo Sidik Pangarso telah menerima suap sebesar Rp300 juta dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera, Lamidi Jimat. Uang itu diduga diberikan karena Bowo telah membantu PT Ardila Insan Sejahtera (AIS) menagih utang PT Jakarta Lloyd sebesar Rp2 miliar, serta untuk memuluskan PT AIS mendapatkan pekerjaan penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Marine Fuel Olil (MFO) untuk kapal-kapal PT Djakarta Lloyd.
Jaksa Kiki menyebut, Bowo menerima uang Rp300 juta itu secara bertahap. Atas perbuatannya, Bowo dijerat dengan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Bukan cuma suap, politikus Partai Golkar ini juga didakwa menerima gratifikasi dengan total nilai SGD 700.000 atau Rp7,1 miliar dan uang tunai Rp600 juta secara bertahap.
"Terdakwa Bowo Sidik Pangarso menerima gratifikasi berupa uang tunai sejumlah SGD 250.000, SGD 200.000 , SGD 200.000, SGD 50.000 dan Rp600 juta yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," kata Jaksa Kiki.
Jaksa merinci pemberian gratifikasi itu terjadi pada 2016, Bowo Sidik menerima uang sejumlah SGD 250.000 terkait posisinya selaku anggota Badan Anggaran DPR RI yang mengusulkan Kabupaten Kepulauan Meranti mendapatkan dana alokasi khusus fisik APBN 2016.
Kemudian pada tahun yang sama, Bowo menerima uang tunai pada saat terdakwa mengikuti acara Musyawarah Nasional Partai Golkar di Denpasar, Bali untuk pemilihan Ketua Umum Partai Golkar Periode tahun 2016-2019.
"Pada tanggal 26 Juli 2017, Bowo menerima uang SGD 200.000 dalam kedudukannya selaku Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang membahas Peraturan Menteri Perdagangan tentang Gula Rafinasi," kata Jaksa.
Selanjutnya pada 22 Agustus 2017, Bowo menerima uang sejumlah SGD 200.000 dalam kedudukannya selaku Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang bermitra dengan PT PLN. Uang dengan total SGD 700.000 itu disimpan Bowo dalam lemari pakaian di kamar pribadinya.
Tidak berhenti sampai disitu, sekitar Februari 2017 Bowo juga pernah menerima uang sejumlah Rp300 juta di Plaza Senayan Jakarta dan pada tahun 2018 menerima uang sejumlah Rp300 juta di salah satu restoran yang terletak di Cilandak Town Square, Jakarta. Pemberian itu diterima sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang sedang membahas program pengembangan pasar dari Kementerian Perdagangan untuk Tahun Anggaran 2017.
"Selanjutnya total uang sejumlah Rp 600 juta tersebut terdakwa gunakan untuk keperluan pribadi Terdakwa," kata jaksa.
Karena itu, jaksa menilai Bowo tidak melaporkan penerimaan gratifikasinya ke KPK dalam batas waktu 30 hari sejak penerimaan. Padahal Bowo Sidik merupakan penyelenggara negara yang duduk di Komisi VI DPR RI. Atas perbuatannya itu, Bowo didakwa melanggar Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP. (ren)