Setara: 32 Produk Hukum Daerah Diskriminasi Kelompok Minoritas

Setara Institute rilis hasil penelitian dampak produk hukum daerah diskriminatif
Sumber :
  • VIVAnews/ Ridho Permana

VIVA – Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani mengemukakan, pihaknya  melakukan penelitian tentang dampak produk hukum daerah diskriminatif, terhadap akses pelayanan publik di Yogyakarta dan Jawa Barat, pada September 2018-Februari 2019. 

Pramono Anung Janji Tekan Kesenjangan Sosial di Jakarta, Begini Caranya

"Penelitian Setara mengidentifikasi 32 produk hukum daerah (21 di Daerah Istimewa Yogyakarta dan satu di Jawa Barat) yang mendiskriminasi kelompok minoritas yang teridentifikasi, berdasarkan gender, etnisitas, kepercayaan, orientasi seksual," ujarnya saat seminar "Mendorong dan Memperkuat Kebijakan Toleran  dan Antidiskriminatif di Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Agustus 2019.

Dia mencontohkan, peraturan tersebut mengandung pelanggaran terhadap HAM kelompok minoritas yang secara konstitusional dilindungi untuk mendapatkan akses pelayanan publik yang adil dan setara," kata Ismail.

Anti Muslim di Jerman Meningkat, Paling Banyak Dialami Perempuan Berhijab

Penelitian tersebut mengkaji 24 produk hukum daerah diskriminatif di Yogyakarta, dan 91 produk hukum daerah di Jawa Barat. Kajian hukum ini dilengkapi dengan wawancara terstruktur pada kelompok-kelompok minoritas dan terkena dampak, untuk memperoleh informasi tentang contoh-contoh dan pengalaman spesifik diskriminasi pelayanan publik di masing-masing provinsi. 

Ismail menjelaskan, studi ini juga menganalisis lebih dari 400.000 public complaints yang dihimpun melalui sistem penanganan pengaduan nasional, SP4N LAPOR. Terdapat beberapa temuan kunci dari penelitian itu.

Kemen-PPPA: Pilkada Serentak 2024 Harus Bebas Diskriminasi bagi Perempuan

Temuan selanjutnya, Ismail mengemukakan, ketika wawancara dengan komunitas untuk mengetahui jangkauan dampak diskriminasi produk hukum daerah. Temuan itu menunjukkan sebanyak 349 kasus diskriminasi yang terdokumentasi. 

Terdiri dari 77 di Daerah Istimewa Yogyakarta, 28 di Jawa Barat. Secara khusus riset ini mendokumentasikan 244 kasus intoleransi terhadap Ahmadiyah di Jawa Barat dalam kurun waktu 2007-2017. 

Dari 77 kasus diskriminasi yang terdokumentasikan di Daerah Istimewa Yogyakarta, ditemukan 148 praktik pelayanan diskriminatif. Sejumlah 128 di antaranya terjadi di daerah penelitian. Kemudian  102 praktik pelayanan diskriminatif dalam bidang jasa, 87 diantaranya terjadi di daerah penelitian. 

Sementara dari 28 kasus diskriminatif yang terdokumentasikan di Jawa Barat, ditemukan 54 praktik pelayanan diskriminatif. Terbagi dalam 30 diskriminasi di sektor pelayanan administrasi dan 24 di sektor pelayanan jasa. 

Sedangkan dari 244 kasus intoleransi, diskriminasi dan kekerasan terhadap Ahmadiyah di pelbagai daerah di Jawa Barat, ditemukan 583 praktik diskriminasi pelayanan publik, yang terbagi dalam 285 sektor pelayanan bidang administrasi dan 298 sektor pelayanan jasa.

Ismail menuturkan, dari 32 produk hukum daerah yang dikaji, 2 produk hukum daerah di Jawa Barat mendiskriminasi secara langsung (direct discrimination) kelompok Ahmadiyah. Peraturan tersebut, yaitu Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat dan Surat Keputusan Walikota Bogor Nomor 503/367-Huk tentang Pembatalan Surat Keputusan Nomor 601/389-Pem Tahun 2006 tentang Pendirian Gereja Yasmin Bogor. 

Sementara, satu produk hukum daerah di Yogyakarta, menurut Ismail, yaitu Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/1/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah Kepada Seorang WNI Non Pribumi mendiskriminasi langsung (direct discrimination) etnis Tionghoa. Sisanya produk-produk hukum di dua area riset ini mendiskriminasi secara tidak langsung (indirect discrimination).

Selain mengandung masalah inkonstitusionalitas, menurut Ismail, produk hukum daerah diskriminatif telah digunakan untuk melegitimasi serangkaian perilaku intoleran. Mulai dari stigma sosial yang dimiliki individu, main hakim sendiri dan kekerasan yang didukung negara terhadap kelompok minoritas.

Terdapat 8 dampak yang ditimbulkan akibat adanya produk hukum diskriminatif terhadap kelompok rentan, di antaranya, kehilangan hak untuk menikmati hak konstitusional yang dijamin oleh Konstitusi RI. 
Kemudian, meningkatnya kesulitan pendirian tempat ibadah, terbukanya potensi tindakan kekerasan terhadap kelompok yang dianggap mengganggu ketertiban umum, tidak terpenuhinya hak-hak anak yang bermasalah dengan hukum.

Ismail menjabarkan, penelitian lanjutan diperlukan untuk melihat lebih luas dampak produk hukum diskriminatif. Penelitian lanjutan juga penting dilakukan untuk memeriksa daya dukung dan tingkat kepatuhan publik pada produk-produk hukum diskriminatif ini.

Produk hukum diskriminatif akan menjadi bom waktu, menyebabkan konflik sosial antar etnik, agama, dan ikatan sosio-kultural lainnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu segera merevisi atau mencabut produk hukum daerah diskriminatif dan regulasi lainnya untuk mengembalikan hak masyarakat Indonesia. 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya