Cerita Kepala Sekolah Tentang Kegigihan Enzo Zenz Allie Masuk Akmil

Enzo Zenz Allie
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Keinginan menjadi prajurit soleh, ternyata menjadi cita-cita Enzo Zenz Allie, sejak kecil. Keinginannya itu disampaikan oleh Enzo ke Deden Ramdani, guru kimianya di kelas 11 SMA Boarding School Al Bayan, di Desa Bandulu, Kecamatan Anyer, Serang, Banten.

"Enzo pernah menyampaikan ke saya kalau dia ingin menjadi prajurit TNI soleh. Itu saya merinding dengarnya," kata Deden Ramdani, guru kelas Enzo, saat ditemui di ruangannya, Rabu 7 Juli 2019.

Enzo lahir di Bandung, putra dari pasangan almarhum Jean Paul Francois, Warga Negara Prancis, dan ibu bernama Siti Hajah Tilaria asal Sumatera Utara. Pria berperawakan Prancis ini menjadi viral di media sosial, karena berhasil lolos masuk Akademi Militer.

Sosok Wanita Cantik Keturunan Arab yang Jadi Penyemangat Enzo Allie

"Enzo selama di pesantren memang lebih tekun, lebih giat, lebih rajin dari siswa pada umumnya guna mengejar cita-citanya yang ingin menjadi militer," ujar Deden.

Sejak kelas 10 SMA di Al Bayan, Enzo dikenal giat melatih kemampuan fisiknya, agar lolos menjadi Taruna Akmil. Bahkan dia mampu push-up 100 kali dalam sehari. Enzo kerap berlari di pantai Anyer saat sore hari.

Ini Janji Enzo Allie Kepada Jenderal Andika Perkasa

"Tidak jarang saya melihat dia lari sendirian gitu yah. Bahkan sebelum subuh pernah saya lihat (lari) sendirian. Karena dia menyadari akan ke Akmil," katanya.

Pihak sekolah mendukung keinginan Enzo yang besar di Prancis untuk mengabdi ke Negara Indonesia sebagai prajurit TNI. Karenanya, pihak SMA Al Bayan memberikan materi akademik dalam porsi lebih banyak bagi Enzo.

Sulit berbahasa Indonesia

Saat pertama kali masuk ke sekolah SMA Boarding School Al Bayan, Enzo sempat kesulitan berbahasa Indonesia. Sehingga dia harus mendalami mata pelajaran Bahasa Indonesia, ke guru nya yang bernama Yudi. Bahkan Enzo saat malam hari datang ke tempat tinggal atau mess gurunya dan belajar di Masjid sekolah, untuk memperdalam Bahasa Indonesia.

"Termasuk mengeluh bahasa Indonesia, ketika ada kesulitan biasanya curhat ke (guru bagian) kurikulum. Dia sampai minta tambahan waktu untuk private bahasa Indonesia. Saya persilahkan silaturahim baik ke rumahnya (guru) maupun di masjid," kata Deden.

Meski kesulitan berbicara Bahasa Indonesia saat itu, namun kemampuan bahasa Prancisnya digunakan pihak sekolah, untuk diajarkan ke siswa lainnya. Enzo pun 'diangkat' menjadi guru bagi teman-temannya untuk belajar Bahasa Prancis saat malam hari.

"Ada pekan bahasa namanya. Bahasa Prancis, dulu Enzo yamg suka ngisi (mengajarkan). Kemudian Bahasa Inggris, ada malam kebahasaan ba'da Maghrib biasa dilaksanakan," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya