Kebakaran Gunung Arjuna Bisa Sebabkan Banjir Bandang Besar di Jatim
- BNPB
VIVA – Kebakaran Gunung Arjuna, Jawa Timur, kian meluas mencapai 300 hektare lebih. Kebakaran ini juga berpotensi menimbulkan bencana baru, yakni banjir bandang di sekitaran wilayah Malang Raya.
Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Batu, Achmad Choirur Rochim mengatakan, kebakaran ini bakal meninggalkan abu bakar berupa bekas rumput, ilalang, dan arang pohon bekas kebakaran.
"Kerugian ke depan, jika musim hujan datang dan dengan luasan yang terbakar saat ini. Ancaman banjir bandang di anak-anak Sungai Brantas ini, akan sangat tinggi," kata Rochim, Jumat 2 Agustus 2019.
Rochim mengatakan, banjir bandang sangat mungkin terjadi, karena merujuk pada peristiwa tahun 2004, 2012, dan terakhir adalah 2015. Pada tahun itu, gunung setinggi 3.339 meter dari permukaan laut (mdpl) itu terbakar cukup luas. Begitu memasuki musim hujan, banjir bandang terjadi.
"Sesuai data dari kita. Dari data kita, jika lereng Arjuno itu terbakar cukup luas, begitu masuk musim hujan akan ada banjir bandang. Kalau kebakaran semakin luas dan tidak bisa kita kendalikan, maka mungkin ketika pemadaman hutan selesai. Nanti, kita akan menghadapi ancaman bencana di musim penghujan, yaitu banjir bandang," ujar Rochim.
Adapun Gunung Arjuna dikelilingi oleh beberapa daerah yang terancam banjir bandang. Antara lain, Kota Batu, Kabupaten Malang, Pasuran, hingga Mojokerto. Potensi banjir bandang itu cukup besar, karena pernah terjadi sebelumnya.
"Jadi, material-material yang terbakar kadang-kadang kan ikut terbawa hujan, karena resapan airnya hilang dan pohon-pohonnya hilang. Akhirnya, turun semua ke bawah dan air membawa material yang terbakar ini," tutur Rochim.
Data BPBD, banjir bandang paling parah akibat kebakaran di Gunung Arjuna adalah pada tahun 2004. Banjir bandang merusak tujuh sabuk atau DAM yang berada di sepanjang aliran sungai Brantas. Selain merusak DAM beberapa jembatan di Kota Batu, juga jebol terkena banjir bandang.
"Di tahun 2004 itu paling parah, ketika lereng Arjuno terbakar, kemudian di musim hujan banjir bandang yaitu 7 sabuk di Sungai Brantas itu jebol, kemudian dua jembatan juga jebol itu yang paling parah. Kalau kasus yang terakhir yaitu tahun 2015 yaitu daerah Sumbergondo jembatan Sengon kemudian juga di Bulukerto Binangun, yaitu di 2015," kata Rochim.
Rochim menyebut, ancaman sekunder berupa banjir bandang saat musim penghujanlah yang menjadi kekhawatiran BPBD. Sebab, karena terbakar ini banyak vegetasi seperti semak belukar, kemudian pohon yang akhirnya membuat resapan air menjadi tidak ada ketika musim penghujan tiba.Â
"Sehingga, airnya akan otomatis turun ke bawah semua dan tidak meresap ke tanah jika terjadi hujan di lereng Arjuno. Maka, otomatis volume air yang akan masuk di anak-anak Sungai Brantas itu akan semakin besar karena tidak meresap ke tanah," ujar Rochim. (asp)