Kementan: Kalung Berbahan Eucalyptus Bukan Vaksin Corona

Kalung antivirus corona
Sumber :
  • Twitter / Balitbangtan

VIVA – Kementerian Pertanian menyatakan bahwa kalung berbahan eucalyptus yang sudah diperkenalkan Menteri Syahrul Yasin Limpo kepada para wartawan pekan lalu bukan lah vaksin. Kalung itu diklaim hanya untuk menambah proteksi diri. 

Angka Pneumonia Anak Masih Tinggi, Inilah Jadwal Imunisasi Terbaru dari IDAI untuk Vaksin PCV

Klaim itu disampaikan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian. "KalungEucalyptus Hasil karya anak bangsa, bukan vaksin tapi untuk menambah proteksi diri dengan memanfaatkan bahan alami yang tidak berbahaya dan telah diuji invitro di laboratorium biosecurity level 3," demikian Balitbang Kementan dalam postingan di akun resminya di Twitter. 

Bio Farma Raih Kontrak Ekspor Vaksin Rp 1,4 Triliun, Erick Thohir Dorong Produksi

Sedangkan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry berharap wacana terkait kalung antivirus corona yang heboh dalam beberapa hari ini, semestinya disikapi dengan upaya pembuktian terkait hal tersebut.

Dia bahkan dengan terang-terangan mengajak siapapun pihak atau lembaga yang lebih kompeten dalam hal penelitian dan pengembangan, guna menuju ke arah uji klinis terkait hal itu.

Vaksin HFMD Sudah Ada, Berapa Efikasinya untuk Cegah HFMD atau Flu Singapura?

"Informasi bahwa dari hasil pengujian in vitro, minyak eucalyptus memiliki potensi menetralisir virus corona seharusnya ditangkap oleh lembaga lain yang lebih kompeten untuk melakukan pengujian klinis pada manusia atau pasien Covid-19," kata Fadjry, Senin 6 Juli 2020.

"Dengan demikian, peluang bangsa kita bisa lebih cepat menemukan obat atau teknologi penanganan Covid-19," ujarnya.

Karena itu, Fadjry menegaskan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah upaya saling bersinergi antarpara stakeholder terkait dan semua elemen masyarakat, dalam menangani segala permasalahan akibat pandemi Covid-19.

"Butuh tekad dan semangat untuk saling bersinergi demi kemajuan bangsa ini, bukan saling mencela atau melemahkan," kata Fadjry.

Dia pun menjabarkan, apabila dilakukan penelusuran ilmiah ataupun empiris, banyak informasi yang mendukung hasil inovasi Balitbangtan ini. Menurut Bakkali et al (2008), minyak atsiri umumnya memiliki kemampuan sebagai antimikroba, antivirus, antikanker, antiksidan, anti inflamasi, peningkat daya tahan tubuh.   

Minyak eucalyptus dengan kandungan bahan aktifnya, yaitu 1,8 cineol atau eucalyptol, memiliki kemampuan menghambat replikasi virus influenza (H1N1) menurut Sadatrasuletal (2017).

Selanjutnya beberapa publikasi lain (Sadlon et al., 2010; Singh et al, 2009; Lee et al, 2001; Serafino et al, 2008) menyebut, potensi eucalyptus untuk penanganan gangguan pernafasan, terutama pada pasien dengan pembengkakan saluran nafas dan paru-paru. 

Sebagai antioksidan bahkan eucalyptus sudah digunakan menjadi bahan aktif pada obat Soledum, yang digunakan untuk pengobatan penyakit pernafasan. Kemampuan antimikroba dari Eucalyptus dan Tea Tree Oil yang mengandung 1,8 cineol, berpotensi untuk desinfektan mikroba (May et al., 2000).

Pengujian kedua minyak atsiri ini sebagai bahan desinfektan aerosol, menunjukkan kemampuan antivirus yang kuat yaitu mampu membunuh lebih dari 95 persen virus dalam waktu paparan 5-15 menit (Usachev, 2013).  

"Banyaknya publikasi serta fakta empiris terkait minyak eucalyptus sudah digunakan secara turun temurun sebagai pengobatan alternatif untuk flu dan gangguan pernafasan tentunya menjadi pendukung dari inovasi yang dilakukan oleh Balitbangtan ini," ujarnya.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya