KPK Tetapkan Bupati Kutai Timur dan Istrinya Tersangka Suap

KPK tetapkan Bupati Kutai Timur dan istrinya tersangka suap
Sumber :
  • VIVA/Edwin Firdaus

VIVA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kutai Timur, Ismunandar dan istrinya, Encek UR Firgasih yang juga menjabat Ketua DPRD Kutai Timur sebagai tersangka suap proyek infrastruktur. 

KPK Usut Pejabat BPK yang Diduga Terima Aliran Uang Korupsi Proyek Jalur Kereta

Tak hanya pasangan suami istri itu, status tersangka juga disematkan KPK terhadap tiga anak buah Ismunandar, yakni Kepala Bapenda, Musyaffa; Kepala Dinas PU, Aswandini; Kepala BPKAD, Suriansyah serta dua pihak swasta bernama Aditya Maharani dan Deky Arianto.

Penetapan tersangka ini dilakukan KPK melalui gelar perkara setelah memeriksa 16 orang yang diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta, Samarinda dan Kutai Timur pada Kamis, 3 Juli 2020. Para tersangka juga dipajang saat pengumuman tersangka di KPK. 

Kronologi Penetapan Ketua DPRD Madina dari Gerindra Jadi Tersangka Kasus Suap PPPK

"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur tahun 2019 sampai dengan 2020," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat malam, 3 Juli 2020.

Baca juga: OTT Bupati dan Ketua DPRD Kutai Timur, KPK Sita Sejumlah Uang

Mau Lebaran, Dua Kepala Sekolah Malah Jadi Tersangka Korupsi PPPK di Langkat

Nawawi mengatakan, Ismunandar dan istrinya melalui Musyaffa, Aswandini dan Suriansyah diduga menerima suap dari Aditya Maharani dan Deky Arianto. Suap itu diberikan atas sejumlah proyek yang digarap Aditya Maharani dan Deky Arianto di lingkungan Pemkab Kutai Timur.

Pada OTT kemarin, tim Satgas menyita uang tunai sekitar Rp170 juta dan buku rekening yang berisi Rp4,8 miliar dan sertifikat deposito senilai Rp1,2 miliar.

"Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan sejumlah uang tunai sebesar Rp170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar," kata Nawawi.

Nawawi menuturkan, Aditya Maharani merupakan rekanan Pemkab Kutai Timur yang menggarap sejumlah proyek dengan menggunakan berbagai perusahaan. Beberapa proyek yang digarap Aditya, di antaranya pembangunan embung Desa Maloy Kecamatan Sangkulirang senilai Rp8,3 miliar; pembangunan rumah tahanan Polres Kutai Timur senilai Rp1,7 miliar; peningkatan jalan poros Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp9,6 miliar; pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp1,8 miliar; optimalisasi pipa air bersih  senilai Rp5,1 miliar; serta pengadaan dan pemasangan lampu penerangan jalan senilai Rp1,9 miliar.

Baca juga: KPK Tangkap Kepala Daerah di Kalimantan Timur

Sementara Deky adalah rekanan untuk proyek di Dinas Pendidikan Pemkab Kutai Timur senilai Rp40 miliar. Atas proyek-proyek yang digarapnya, pada 11 Juni 2020, Aditya Maharani memberikan uang sebesar Rp550 juta dan Deky sebesar Rp1,2 miliar kepada Ismunandar melalui Suriansyah dan Musyaffa.

"Keesokan harinya, Mus (Musyaffa) menyetorkan uang tersebut ke beberapa rekening, yaitu Bank Syariah Mandiri atas nama Mus sebesar Rp400 juta, Bank Mandiri sebesar Rp900 juta dan Bank Mega sebesar Rp800 juta," kata Nawawi.

Selain itu, ada pembayaran untuk kepentingan Ismunandar melalui rekening Musyaffa, di antaranya untuk pembayaran kepada Isuzu Samarinda sebesar Rp510 juta untuk pembayaran elf; pembelian tiket ke Jakarta sebesar Rp33 juta serta pembayaran hotel di Jakarta sebesar Rp15,2 juta.

"Sebelumnya, diduga terdapat juga penerimaan uang THR dari AM (Aditya Maharani) sebesar masing-masing Rp100 juta untuk Ism (Ismunandar), Mus, Sur (Suriansyah) dan Asw (Aswandini) pada tanggal 19 Mei 2020, serta transfer ke rekening bank atas nama Aini sebesar Rp125 juta untuk kepentingan kampanye Ism," kata Nawawi.

Sekain itu, KPK juga menduga terdapat sejumlah transaksi berupa uang dari rekanan kepada Musyaffa melalui beberapa rekening bank terkait dengan pekerjaan yang sudah didapatkan di Pemkab Kutai Timur. Saat ini total saldo yang masih tersimpan di rekening- rekening tersebut sekitar Rp4,8 miliar.

 "Terdapat penerimaan uang melalui ATM atas nama Irwansyah yang diserahkan kepada EU sebesar Rp200 juta," kata Nawawi.

Nawawi membeberkan peran Ismunandar dan istrinya serta tiga anak buahnya hingga menerima suap dari Aditya Maharani dan Deky. Dikatakan dia, Ismunandar selaku Bupati Kutai Timur menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk tidak mengalami pemotongan anggaran.

Sementara Encek selaku Ketua DPRD Kutai Timur mengintervensi dalam penunjukan pemenang terkait pekerjaan di Pemkab Kutai Timur. Adapun Musyaffa selaku orang kepercayaan Ismunandar mengintervensi penentuan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Dinas PU Pemkab Kutai Timur.

Kemudian, lanjut Nawari, Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan.

"ASW selaku Kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang," imbuhnya.

Atas perbuatan yang diduga dilakukannya, Ismunandar, Encek UR Firgasih, Musyaffa, Aswandini dan Suriansyah yang menjadi tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sementara Aditya Maharani dan Deky Aryanto yang menyandang status tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya