Jokowi Marahi Menteri, Fahri Hamzah: Presiden Punya Hak Penuh

Presiden Jokowi saat rapat kabinet.
Sumber :
  • Tangkapan layar

VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu menggelar rapat untuk mengambil sebuah keputusan atau kebijakan. Karena menurut dia, Indonesia menggunakan sistem presidensialisme bukan parlementarisme. Sehingga, posisi Presiden itu kuat.

Jokowi Hadiri Kampanye Akbar Ahmad Luthfi-Taj Yasin di Grobogan dan Blora

"Presiden itu dipilih dan memimpin presidensialisme dengan kekuatan penuh. Presiden itu tidak perlu rapat, ini yang saya ulang-ulang," kata Fahri saat acara Indonesia Lawyers Club yang dikutip pada Kamis, 2 Juli 2020.

Menurut dia, rapat itu diperlukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena yang memilih beda partai, beda daerah pemilihan dan beda pemilih. Nah, sebanyak 575 orang datang ke Gedung DPR untuk berbedat dan rapat demi mencapai konsensus serta kesepakatan.

Sarapan Bareng Paslon Luthfi-Yasin dan Raffi Ahmad, Jokowi Ngaku Tak Diundang Kampanye di Solo

"Presiden Republik Indonesia dalam sistem presidensialisme, dia tidak perlu rapat. Ini kekeliruan tuh," ujar mantan Wakil Ketua DPR periode 2014-2019.

Baca Juga: Update Corona Nasional 2 Juli 2020: Kasus Positif Nyaris Tembus 60.000

Sarapan Bareng Ahmad Luthfi, Jokowi: Calon Pemimpin Harus Mampu Yakinkan Rakyat

Selama 15 tahun menjadi anggota legislatif, Fahri mengaku tidak pernah membuat Undang-undang yang mengharuskan Presiden RI mengambil keputusan dengan menggelar rapat di Istana Kepresidenan. Sebab, kata Fahri, Presiden itu memberikan perintah.

"Kalau sekarang ada dikatakan pembukaan rapat besar, rapat paripurna kabinet, enggak ada itu lembaga. Presiden tidak memerlukan rapat, dia memerlukan perintah. Ketika dia melakukan perintah itu, dia punya instrumen untuk memastikan bahwa perintahnya tepat, perintahnya benar. Jadi tidak perlu rapat," jelas dia.

Sebelumnya, Presiden Jokowi juga marah-marah dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020. Menurut dia, bidang kesehatan dianggarkan Rp75 triliun tapi baru keluar 1,53 persen. Untuk itu, Presiden Jokowi memerintahkan segera dikeluarkan. "Uang beredar ke masyarakat ke rem kesitu semua, segera itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran, sehingga men-trigger ekonomi. Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialis, tenaga medis segera keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan, segera keluarkan. Ini sudah disediakan Rp 70 triliun," katanya.

Baca Juga: Pemerintah China Ngotot Flu Babi Baru Tak Bakal Jadi Pandemi

Di samping itu, Presiden Jokowi menyebut situasi saat sekarang saat terjadi pandemi sudah semestinya diatasi dengan langkah-langkah yang luar biasa atau extraordinary. Jokowi bahkan mengultimatum akan reshuffle kabinet, bila itu dibutuhkan.

"Sekali lagi, langkah-langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah-langkah kepemerintahan. Akan saya buka. Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara. Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya