Fahri Hamzah: Dapur Istana Kacau, Jokowi Dikasih Data yang Salah
- Twitter: Fahri Hamzah
VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah melihat ada kekacauan di lingkaran Istana Kepresidenan sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah dan kesal kepada para menteri saat Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020.
Menurut dia, memang sulit menilai kinerja negara karena negara itu organisasi yang besar. Tapi, Fahri menilai kekacauan di sekitar istana itu terjadi sudah dari dulu. Periode pertama (2014-2019), Fahri mengatakan Presiden Jokowi pernah mengeluarkan Inpres Anti Gaduh Nomor 2 Tahun 2017.
"Inpres dibuat oleh Presiden karena sering antara menteri berantam, lalu dibuatlah Inpres Anti Haduh. Gaduh ini terus terjadi, sampai kemarin mudik gaduh juga antara menteri beda pendapat, menteri-menteri buat kebijakan sendiri," kata Fahri saat Indonesia Lawyers Club yang dikutip pada Rabu, 1 Juli 2020.
Padahal, Fahri juga pernah menyampaikan bahwa Presiden Jokowi punya dapur yang harus kuat. Dapur yang dimaksud Fahri adalah Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet dan Kantor Staf Presiden. Maka, fungsi dapur ini harus memberikan data yang valid untuk Presiden Jokowi.
"Presiden tidak boleh enggak punya data yang benar. Data Presiden itu mesti valid. Presiden tidak boleh salah, tapi tidak boleh nampak salah. Presiden itu harus tajam, presisi, kuat, tidak ada orang yang bisa bantah data-datanya. Masa kabinet datanya beda-beda. Karena itu, dapur harus kuat," ujarnya.
Tetapi, kata Fahri, jika ada yang mau bantah data Presiden itu mesti dengan upaya yang besar dalam mengumpulkan data-datanya. Anehnya, data yang disampaikan oleh Presiden Jokowi ini malah berkali-kali dibantah, dan pertengkaran dalam kabinet pun sering terjadi karena salah data.
"Dalam COVID-19 ini banyak sekali perbedaan-perbedaan, termasuk data Bung Arya (Juru Bicara Kementerian BUMN, Arya Sinulingga) mengatakan tidak ada masalah. Tapi Bu Risma (Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini) nangis sujud-sujud, itu masalah. Jadi jangan dianggap tidak ada masalah," jelas mantan Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 ini.
Contoh lainnya, Fahri mengatakan Presiden Jokowi menyentil Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto supaya mencairkan insentif untuk para dokter dan tenaga medis dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. Sebab, dana yang sudah dianggarkan sekitar Rp 75 triliun tapi baru keluar 1,53 persen.
"Namun, Pimpinan Komisi IX DPR mengkritik Presiden karena salah menilai Menteri Kesehatan. Mereka mengatakan angka Presiden salah. Baru sehari mengeluarkan data, besoknya dibantah orang. Yang bantah anggota DPR, yang tahu persis berapa anggaran Kementerian Kesehatan. Jadi data dari siapa?," kata dia.
Baca juga:Â Ancam Reshuffle Menteri, Jokowi Diminta Copot Luhut