Jimly: Pancasila Jangan Kembali ke Versi Pidato Bung Karno 1 Juni 1945
- VIVA.co.id/Purna Karyanto
VIVA – Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang tengah dibahas oleh DPR dan pemerintah menuai kontroversi dari berbagai kalangan, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas lainnya.
Akhirnya, pemerintah meminta DPR sebagai inisiatif RUU HIP tersebut untuk ditunda pembahasannya. Karena, pemerintah saat ini sedang fokus melakukan percepatan penanganan pencegahan virus corona COVID-19 yang memberikan dampak semua sektor, terutama sektor ekonomi dan sosial.
RUU Haluan Ideologi Pancasila yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat sepertinya tertuang dalam Pasal 7, dan terdiri 3 ayat. Ayat (1) berbunyi, ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
“Kemudian, Ayat (2) disebutkan ciri pokok Pancasila berupa trisila yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi serta ketuhanan yang berkebudayaan. Selanjutnya, Ayat (3) berbunyi Trisila sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong,” demikian bunyi draft RUU HIP yang dikutip pada Rabu, 17 Juni 2020.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan istilah ‘Trisila’ dan ‘Ekasila’ sebagaimana yang disebut dalam Pasal 7 RUU HIP itu hanya wacana yang muncul saat gagasan Pancasila pertama kali dipidatokan Bung Karno (Presiden Soekarno) tanggal 1 Juni 1945.
Menurut dia, istilah itu sama sekali tak pernah jadi norma. Jadi, memasukkan wacana yang sama sekali tidak memiliki yurisprudensi ke dalam sebuah naskah rancangan undang-undang, seolah itu adalah sebuah norma, jelas menunjukkan adanya cacat materil dalam penyusunan RUU HIP ini.
“Wacana ‘Trisila’ dan ‘Ekasila’ itu sama sekali tak pernah menjadi NORMA dalam sistem hukum dan ketatanegaraan kita,” kata Fadli lewat Twitter.
Sementara Anggota DPD RI, Jimly Asshiddiqie mengatakan Pancasila harus dijaga jangan kembali ke versi pidato Bung Karno 1 Juni 1945, jangan juga kembali ke versi Piagam Jakarta 22 Juni 1945.
“Pancasila sudah final dan disahkan pada 18 Agustus 1945. Itulah yang konstitusional dan resmi berlaku. Jangan lagi mundur ke konflik masa lalu,” kata Jimly lewat Twitter.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menilai RUU HIP ini mengandung pikiran-pikiran yang sekularistik dan atheistik. Dengan demikian, tidak ada pilihan umat Islam harus tolak RUU Haluan Ideologi Pancasila.
"Dan kalau mereka tetap memaksakan itu, maka risikonya kita akan tanggung bersama. Dan saya rasa umat Islam siap untuk menghadapi," katanya.
Karena itu, MUI mewanti-wanti, dan ia juga mengatakan sudah meminta tolong kepada kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, Kiai Haji Ma’ruf Amin untuk mengingatkan pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat tentang hal ini.
"Karena rakyat umat Islam sudah resah dan gelisah dan bila keresahan dan kegelisahan tidak bisa kita kendalikan, maka dia bisa menjadi bencana dan malapetaka," katanya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan pemerintah menunda pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang saat ini menjadi polemik di tengah masyarakat.
Namun, Mahfud mengingatkan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai pengusul RUU HIP juga harus lebih banyak berdiskusi dengan masyarakat.
"Terkait RUU HIP, Pemerintah menunda untuk membahasnya, dan meminta DPR sebagai pengusul untuk lebih banyak berdialog dan menyerap aspirasi dulu dengan semua elemen masyarakat," kata Mahfud lewat Twitter.
Baca juga: