Fadli Zon Ungkap Tiga Alasan Kenapa RUU HIP Harus Segera Ditarik

Fadli Zon
Sumber :
  • VIVA/Lili

VIVA – Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang saat ini dibahas oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat menuai kritik. Banyak yang menentang RUU ini diloloskan.

Kata Gerindra soal Penghapusan Utang Petani-Nelayan

Kritik juga datang dari Politisi Gerindra, Fadli Zon. Ia menilai fatsoen (kesopanan/tata krama) ketatanegaraan telah dilanggar oleh RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

Fadli mendesak, RUU HIP perlu segera ditarik, dan bukan hanya butuh direvisi. Ia memberikan sedikitnya tiga catatan kenapa RUU HIP segera ditarik.

Aktivitas Retno Marsudi Usai Tak Menjadi Menlu, Isi Seminar Bicara Pancasila Pemersatu Bangsa

"Pretensi menjadi undang-undang dasar inilah, menurut saya, menjadi alasan pertama kenapa RUU HIP perlu segera ditarik, dan bukan hanya butuh direvisi," kata Fadli di akun Twitternya dikutip VIVA, Selasa 16 Juni 2020.

Tindak Pidana Ideologi Negara dalam KUHP Dinilai Harus Diatur Lebih Lanjut, Ini Alasannya

"Lihat saja rumusan identifikasi masalahnya. Kalau kita baca Naskah Akademik RUU HIP, rumusan identifikasi masalah semacam itu sebenarnya lebih tepat diajukan saat kita hendak merumuskan undang-undang dasar, bukannya undang-undang," ucapnya.

Alasan kedua, menurut Fadli pancasila adalah dasar negara, sumber dari segala sumber hukum, yang mestinya jadi acuan dalam setiap regulasi atau undang-undang.

"Ironisnya RUU HIP ini malah ingin menjadikan Pancasila sebagai undang-undang itu sendiri. Standar nilai kok mau dijadikan produk yang bisa dinilai? Menurut saya, ada kekacauan logika di sini," ungkapnya.

Ia memaparkan, pancasila tak boleh diatur oleh undang-undang, karena mestinya seluruh produk hukum dan perundang-undangan kita menjadi implementasi dari pancasila itu sendiri.

"Satu-satunya ‘undang-undang’ yang bisa mengatur institusionalisasi Pancasila hanyalah Undang-Undang Dasar 1945, dan bukan undang-undang di bawahnya, termasuk bukan juga oleh ‘omnibus law’. Kalau diteruskan, ini akan melahirkan kerancuan yg fatal dalam bidang ketatanegaraan," paparnya.

"Alasan ketiga, RUU HIP gagal memisahkan 'wacana’ dari 'norma’. Pancasila, dengan rumusan kelima silanya, adalah "NORMA”. Rumusannya terjaga di dalam naskah Pembukaan UUD 1945," terangnya.

Sementara itu, ia menjabarkan, istilah “Trisila” dan “Ekasila”, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 7 RUU HIP, itu hanyalah “WACANA” yang muncul saat gagasan Pancasila pertama kali dipidatokan Bung Karno tanggal 1 Juni 1945.

"Istilah itu sama sekali tak pernah jadi NORMA. Jadi, memasukkan WACANA yg sama sekali tidak memiliki yurisprudensi ke dalam sebuah naskah rancangan undang-undang, seolah itu adlh sebuah NORMA, jelas menunjukkan adanya cacat materil dalam penyusunan RUU HIP ini," tegasnya.

"WACANA “Trisila” dan “Ekasila” itu sama sekali tak pernah menjadi NORMA dalam sistem hukum dan ketatanegaraan kita," kata dia.

Baca juga: Anak Presiden PKS Khawatirkan 'Keamanan' Komika Bintang Emon

Warga menentukan pilihannya dalam Pilkada. (ilustrasi)

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio mengatakan bahwa Pemerintah harus mengantisipasi penyebaran paham khilafah di tengah perhelatan Pilkada 2024.

img_title
VIVA.co.id
21 November 2024