Kasus Dugaaan Kekerasan Seks UII Yogyakarta, 30 Korban Siap Perkarakan
- bbc
Sejumlah penyintas kasus dugaan kekerasan seksual, yang diduga dilakukan oleh alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta terhadap sedikitnya 30 perempuan, berniat menempuh jalur hukum.
Kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan kampus yang terus berulang, menuai desakan akan adanya regulasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Hingga kini, tim pencari fakta penanganan kasus kekerasan seksual di UII Yogyakarta masih terus menyelidiki kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh alumninya, yang kini menempuh pendidikan di Universitas Melbourne, Australia, sebulan setelah kasus itu bergulir.
- KDRT meningkat selama pandemi Covid-19: Perempuan kian `terperangkap` dan `tak dapat mengakses perlindungan`
- Agni bicara: dugaan pelecehan seksual, UGM dan perjuangan 18 bulan mencari keadilan
- Kasus dugaan kekerasan seksual di UGM berakhir damai
Senada, Universitas Melbourne masih melakukan penyelidikan terkait laporan dua alumninya yang juga mengklaim mengalami pelecehan seksual dari terduga pelaku semasa mereka kuliah di kampus tersebut, dan menegaskan bahwa kampus "sama sekali tidak mentolerir" kekerasan dan pelecehan seksual.
Terduga pelaku menyebut apa yang dituduhkan kepadanya sebagai "pembunuhan karakter". Dia mempersilakan pihak terkait "untuk menempuh jalur hukum".
Desakan bagi pemerintah Australia agar mencabut beasiswa yang diberikan kepada terduga pelaku mencuat melalui berbagai petisi yang beredar di dunia maya.
Namun Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia mengaku belum bisa melakukan hal tersebut sebab investigasi tentang kasus belum usai, seraya menambahkan lembaga itu "menanggapi tuduhan pelanggaran seksual dengan sangat serius".
Sebanyak 30 perempuan mengadu ke LBH Yogyakarta atas kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh IM selama periode 2016-2020 di Indonesia dan Australia.
`Saya merasa benar-benar takut dan gugup`
Oleh para penyintas, IM dikenal sebagai mahasiswa berprestasi yang populer di kampus karena sering mengikuti konferensi internasional. Dia juga dikenal sebagai ustaz yang sering mengisi ceramah.
Namun, IM dituduh melakukan kekerasan seksual secara fisik. IM juga dituding kerap melakukan kekerasan gender berbasis online (KGBO). R, salah satu penyintas, menuturkan pengalamannya kepada BBC News Indonesia.
R mengaku kaget dan tidak nyaman ketika mendapati IM "berani menanyakan hal-hal berbau privasi" ketika mereka mengobrol melalui platform media sosial Instagram.
"Saya benar-benar panik dan bingung mau jawab apa, karena saya merasa takut ketika dia tanya seperti itu," tuturnya menceritakan kejadian yang dialaminya pada 2018 lalu, seraya menambahkan IM melanjutkan obrolan dengan pertanyaan-pertanyaan tak senonoh via telpon.
"Kalau di telepon dia bahasanya lebih liar gitu. Ketika teleponan saya merasa benar-benar takut dan gugup," imbuhnya kemudian.
"Di telepon, yang saya ingat sih dia suruh saya bayangin `kalau saya ada di kamar kamu, kamu bakal ngapain`. Dia nanya-nanya hal yang sangat privasi banget sih dan itu benar-benar kaget banget," papar R.
Dia menuturkan kejadian itu terjadi pada 2018 silam, dan sejak itu dia enggan menceritakan pengalaman tak mengenakkan itu kepada siapapun.
R adalah salah satu dari 30 penyintas yang mengadukan kekerasan seksual yang dia alami ke LBH Yogyakarta.