Tanpa Corona, Dua Penyakit Ini Bikin Angka Kematian Anak Tinggi

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bakti Pulungan.
Sumber :
  • Tangkapan layar

VIVA –  Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bakti Pulungan mengatakan angka kematian anak di Indonesia tanpa adanya wabah corona COVID-19 sudah tinggi. Menurut dia, gejalanya adalah penyakit diare dan pneumonia.

"Tanpa ada COVID-19, diare dengan pneumonia adalah pembunuh anak nomor satu dan dua di Indonesia. Gejala pada anak diare juga salah satunya," kata Aman Pulungan saat acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang disiarkan tvOne pada Selasa, 9 Juni 2020.

Jadi, kata dia, ketika ada anak yang mengalami demam, batuk, sesak nafas dan diare itu harusnya bisa dianggap pasien dalam pengawasan (PDP) serta dilakukan tes PCR semuanya. Tapi, hal ini belum cukup semuanya.

"Anak-anak yang meninggal ini yang paling banyak lagi di kelompok umur balita dan umur 1 tahun. Jadi bisa dibayangkan, mereka ini tidak sempat ulang tahun pertama dan kelima. Jadi, ini kan yang harus kita lindungi," ujarnya.

Makanya, ia mengaku sedih bahwa angka kematian anak di Indonesia paling tinggi di dunia mungkin akibat dari terjangkit infeksi virus corona. Jika dibandingkan data anak setiap minggu berubah antara 2-5 persen, maka sekitar 4 persen dari angka anak yang sakit.

Selain itu, anak yang positif COVID-19 sekitar 1.000 lebih dan PDP ada ribuan, belum lagi ada antrean satu provinsi seribu lebih yang belum diperiksa. Maka dari itu, semua tidak bisa main-main dengan virus tersebut. "Bagi kami ini tidak melihat statistik berapa persen, satu anak pun tidak boleh ada yang meninggal di Indonesia," ucapnya.

Menurut dia, anak maupun dewasa sama rentannya. Tapi, lanjutnya, anak ini adalah populasi yang sangat harus dilindungi di seluruh dunia. Karena, sekarang lagi menuju tujuan bersama tahun 2030 yang kesehatan anak ini jelas nomor dua dan nomor tiga termasuk stunting.

"Jadi dengan ada atau tanpa adanya COVID-19, kesehatan anak kita rapotnya kurang baik. Kalau bangsa ini dinilai nanti pada 2030, salah satu adalah kesehatan anaknya. Ketika kesehatan anak kita kurang baik, tentulah kita sebagai bangsa dinilai bukan bangsa yang baik jadinya secara keseluruhan, ini masalahnya," paparnya.

Untuk itu, Aman Pulungan mengatakan saat ini IDAI sedang mempelajari apa penyebab kematian anak karena memang cukup sulit untuk diambil kesimpulan lantaran di setiap daerah memiliki penyebab yang berbeda-beda. "Dari data yang meninggal ini, kami masih sulit mengambil kesimpulan. Di beberapa daerah masih berbeda," kata dia.

Bertarung Pulihkan Pandemi, Jalan Terjal Pemerintah Indonesia Bangkit dari Belenggu COVID-19

Baca juga: Dokter Reisa Broto Asmoro Jadi Jubir, Fahri Hamzah Sindir Pemerintah