PPDB: Berebut Sekolah, Orangtua Siswa Khawatir Gaptek dan Kuota Masuk
- bbc
Sejumlah orang tua siswa mengaku bingung dengan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara daring tahun ini, serta perubahan kuota jalur masuk yang memperketat persaingan.
Namun, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meyakinkan bahwa daya tampung siswa baru mencukupi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad mengatakan bahwa ada 14 provinsi yang melakukan PPDB secara daring tahun ini.
Beberapa provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau dan Nusa Tenggara Barat.
- Tahun ajaran baru dan skenario kembali ke sekolah, mengapa ada penolakan dari orang tua siswa?
- Siswa sekolah `tertinggal` secara akademik karena pandemi, orang tua: `Saya pilih anak selamat`
- Kisah guru di Jawa Barat mendatangi rumah murid-muridnya yang tidak punya gawai dan sulit akses siaran televisi
Ia menambahkan bahwa 19 provinsi lain akan melaksanakan proses pendaftaran secara campuran daring dan luar jaringan (luring), atau secara langsung, dengan mengikuti protokol kesehatan. Diantaranya adalah Aceh, Sumatera Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara dan Papua Barat.
Sementara provinsi Papua hingga bulan Mei merupakan satu-satunya yang belum melaporkan keputusan pelaksanaan PPDB secara daring maupun luring.
`Gaptek itu kendala banget`
Di Kota Solo, Jawa Tengah, dua orang tua siswa menyampaikan kekhawatiran mereka tentang PPDB daring yang akan dibuka mulai 13 Juni mendatang.
Pasalnya, mereka tidak terbiasa dengan layanan online, sehingga muncul rasa was-was jika nanti anaknya gagal mendaftar sekolah.
Salah satu orang tua siswa kelas VI SD Purworejo No. 35 Solo, Hasta Novi mengatakan anaknya bakal lulus dari bangku sekolah dasar pada tahun ini. Hanya saja, ia mengaku masih bingung dengan cara pendaftaran secara online untuk masuk ke jenjang SMP.
"Kalau saya inginnya itu pendaftarannya langsung dengan datang ke sekolah. Tapi ini kalau secara online saya itu mumet (pusing) kan nggak begitu dong(paham) online, gaptek," keluhnya, seperti yang dilaporkan Fajar Sodiq untuk BBC News Indonesia.
Menurut dia, dibandingkan dengan PPDB daring, mendaftar secara langsung ke sekolah dinilai membantu para orangtua untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyak terkait pendaftaran.
Sedangkan secara online jika menemui kendala, tidak bisa menanyakannya langsung kepada petugas.
"Kalau langsung kan bisa tanya-tanya seperti soal masalah biaya atau informasi lainnya. Pokoknya lebih enak kalau datang ke sekolah," ucap Novi yang rencananya bakal mendaftarkan putrinya di SMP N 12 Solo.
Hal senada juga diungkapkan oleh orangtua siswa lainnya, Hapsari. Dia mengaku pendaftaran secara langsung lebih menyakinkan.
"Misalnya ada hal yang kurang jelas bisa langsung mengajukan pertanyaan. Sedangkan online tidak bisa kan, jadi kurang mantap lah," keluhnya.
Ditambah lagi pendaftaran melalui online kadang kecepatan aksesnya tergantung dengan kekuatan sinyal operator provider telekomunikasi.
Apalagi saat mengakses untuk mendaftar membutuhkan jaringan akses internet yang lancar dan cepat karena harus berlomba dengan siswa lainnya yang juga mendaftar secara online.
"Kita itu takut tidak bisa mengakses karena ketika web terbuka otomatis yang masuk banyak sehingga kita saling berlomba untuk cepat-cepatan mengakses," kata dia yang putranya saat ini duduk di kelas VI SD Tirtoyoso, Solo.
Hapsari menambahkan, persoalan pendaftaran akan bertambah rumit jika nantinya orang tua ternyata tidak melek teknologi smartphone maupun internet.
"Kalau gaptek itu kendala banget. Itu sudah resiko tinggi, mending enaknya daftarnya itu manual ke sekolah," kata dia yang putranya bakal mendaftar di SMP N 1 Solo.
Bagaimana dengan orangtua atau wali murid yang tidak memiliki gawai?
Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Solo telah menyiapkan berbagai alternatif untuk mencegah masalah saat pelaksaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.
Adanya pandemi Covid-19 menyebabkan semua proses PPDB tingkat TK, SD dan SMP di Kota Solo dilakukan secara online.
Kepala Disdik Kota Solo, Etty Retnowati, mengatakan hal ini dilakukan untuk menghindari kerumunan di tengah wabah. Bahkan, untuk pengumpulan berkas maupun dokumen secara fisik juga tidak ada.
"Nanti semua dokumen di-scan jadi tidak ada ke sekolah sama sekali," kata dia di Solo, Kamis (28/05).
Bagi orang tua maupun siswa yang tidak memiliki smartphone, Etty pun memberikan pilihan alternatif untuk pendaftaran seperti meminta bantuan ke pihak sekolah untuk mendaftarkannya secara online.
Bahkan, ia mengaku sejak jauh hari sudah mensosialisasikan cara tersebut secara umum melalui aplikasi Zoom.
"Yang nggak punya gadget, nggak punya WiFi, nggak punya laptop, kita sudah punya solusi. Dia bisa datang ke sekolah yang dituju atau lewat sekolah asal minta tolong sekolahnya untuk mendaftarkanya," ujarnya.
- Siswa sekolah `tertinggal` secara akademik karena pandemi, orang tua: `Saya pilih anak selamat`
- Sekolah di rumah mulai diterapkan, tak semua siap
- Sekolah, universitas meniadakan kelas di tengah wabah virus corona
Meskipun Etty membolehkan untuk mendatangi sekolah untuk meminta bantuan mendaftarkan secara online, namun penerapan penjagaan jarak tetap diberlakukan demi menghindari terjadinya kerumuman saat pendaftaran.
"Kalau orang tua harus datang ke sekolah, harus diberi batas semisal nomor urut satu sampai 10 jam berapa sampai jam berapa. Dan sekolah sudah tahu penerapan itu," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Diskominfo Kota Solo, Kentis Ratnawati menambahkan untuk membantu masyarakat yang tidak memiliki internet, pihaknya telah menyiapkan layanan WiFi gratis untuk pendaftaran PPDB online di Kantor Disdik Solo.
"Masyarakat yang memang mengalami hambatan kuota data internet bisa datang ke Kantor Disdik untuk difasilitasi internetnya. Jadi mereka bisa langsung daftar di situ dan terbuka selama 24 jam," sebutnya.
Menanggapi sistem PPDB daring, pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin Sofijanto, mengatakan langkah itu terutama menjadi kendala bagi keluarga miskin di provinsi setempat untuk mengakses pendidikan. Bahkan menurut dia, tidak ada satu provinsi yang mampu daring 100 persen.
"Ini udah bias ke kelompok yang paham teknologi, yang memiliki kemampuan untuk membeli dan menggunakan teknologi," kata Totok kepada BBC News Indonesia.
`Daya tampung siswa cukup`
Rasa khawatir dialami oleh ibu seorang siswa di Jakarta terkait kuota masing-masing jalur masuk PPDB yang kini diubah, serta dampaknya terhadap kesempatan bagi anaknya.
PPDB di ibu kota akan dibuka mulai 15 Juni.
Jika tahun lalu kuota zonasi besarnya 80 persen, tahun ini angka itu menjadi minimal 50 persen. Hal itu tertuang dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 yang diterapkan tahun ini.
Untuk tahun ajaran baru ini juga ditambahkan jalur baru, yaitu afirmasi, yang diperuntukkan bagi peserta didik yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu. Jalur ini mencakup paling sedikit 15 persen dari peserta.
Siswa yang mengikuti perpindahan orang tua atau wali berada di porsi yang sama seperti tahun lalu, yaitu paling banyak 15 persen.
Sisa dari ketiga kuota tersebut diperuntukkan bagi peserta prestasi.
Annisa Swastika Irawati, seorang ibu dari dua anak yang berdomisili di Jakarta Pusat, kini sedang sibuk mempersiapkan berkas anak bungsunya yang hendak masuk SMP.
Sambil menunggu pengumuman kelulusan SD anaknya itu, ia mengungkap berencana mendaftarkan anaknya melalui jalur zonasi.
Menurut dia, masa pandemi Covid-19 yang tengah berdampak pada perkonomian, kemungkinan bisa mempengaruhi finansial sejumlah keluarga di ibu kota.
"Jadi mungkin yang tadinya mau masukin anaknya ke swasta, karena pandemi ini, ya mungkin orang tuanya jadi di sektor ekonominya jadi berubah kan, tiba-tiba harus pilih negeri kan berarti menambah saingan yang zonasi," ujar Annisa via telpon.
"Sangat menambah kekhawatiran, turunnya persentase zonasi itu," tuturnya.
Ia pun menjadi sangat berhati-hati dalam mempersiapkan tiga sekolah untuk proses pendaftaran nanti.
Plt Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, melalui diskusi daring pekan lalu, memastikan daya tampung sekolah pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 mencukupi.
Ia sebut, berdasarkan perhitungan Kemendikbud, total daya tampung siswa baru jenjang SD, SMP, hingga SMA dan SMK adalah sekitar 12,9 juta. Angka ini masih lebih besar dibandingkan jumlah proyeksi siswa baru yang diperkirakan mencapai lebih dari 10,9 juta.
Untuk SD, proyeksi siswa baru diperkirakan mencapai 4,1 juta, sementara daya tampungnya adalah 5,1 juta.
"Jadi saya kira tidak ada masalah dengan daya tampungnya," ujar Hamid melalui telekonferensi (28/05).
"SMP juga sama. Jadi daya tampungnya itu masih melebihi dari proyeksi jumlah siswa yang akan masuk. Jadi 3,4 juta proyeksi siswa yang akan masuk, kemudian sekitar 3,6 atau 3,7 juta itu daya tampung. SMA, SMK juga sama, 3,4 jutaan kira-kira yang akan masuk, daya tampung 4 juta," tambahnya.