Tenaga Ahli KSP Bantah Anak Sekolah Masuk Juni, Jadi Kapan?
- ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
VIVA – Tenaga Ahli Kepala Staf Kepresidenan, Erlinda, membantah isu mengenai anak-anak akan kembali bersekolah pada tanggal 15 Juni atau 13 Juli 2020. Erlinda menyebut bahwa baik Menteri Pendidikan Nadiem Makarim maupun Presiden Joko Widodo, tidak pernah menyampaikan hal tersebut.
"Itu tidak pernah disampaikan oleh Menteri Pendidikan maupun Presiden. Yang disampaikan adalah apakah sudah mendapatkan izin dari tim Gugus Tugas yang di dalamnya tidak hanya kementerian, lembaga, tapi yang lainnya," kata Erlinda seperti dalam tayangan Kabar Petang, Kamis, 28 Mei 2020.
Erlinda melanjutkan, untuk menentukan sekolah bisa kembali beroperasi tentu harus memenuhi prasyarat, salah satunya adalah berada di zona hijau. Zona hijau, kata Erlinda, adalah apabila di daerah itu tidak ada lagi penambahan dari penyebaran yang terinfeksi.
"Kategori itu saja sulit. Apa betul Juni tidak ada penambahan lagi di daerah itu. Itu syarat yang mutlak yang cukup panjang dan pelik dan itu juga ada pengkondisian dulu. Nantinya itu pun ada uji coba jadi tidak serta merta dibuka tanggal sekian sekian. Sekali lagi kita mengimbau masyarakat jangan pernah dapat informasi yang belum bisa dipertanggungjawabkan," kata Erlinda.
Di sisi lain, pemerhati anak, Kak Seto angkat bicara. Dirinya menyebut bahwa saat ini tidak bisa asal meramal kapan anak-anak bisa kembali bersekolah, mengingat kondisi COVID-19 belum bisa diprediksi kapan akan berakhir.
"Ini keadaannya darurat, kita tidak pernah tahu sampai kapan COVID- 19 terus ada di sekeliling. Kita enggak bisa asal meramal saja. Kalau sudah di zona hijau, itu pun ada tahapan," kata Kak Seto.
Kak Seto juga meminta untuk melakukan koordinasi dan mempertimbangakan segala sesuatunya dengan matang terkait anak-anak kembali ke sekolah. Penting juga memerhatikan faktor kesehatan dan keselamatan anak-anak ketika akan kembali bersekolah.
"Jangan terburu-buru yang paling penting artinya koordinasi dengan semua pemangku kepentingan, perlindungan anak, dalam arti ini kan suatu bencana dan ini anak-anak tidak hanya masalah pendidikannya, masalah kesehatannya, juga keselamatan hidupnya. Jangan sampai hanya sekadar mengejar kurikulum mengejar target, tapi (abai) keselamatan," kata Kak Seto.
Ia juga meminta agar adanya koordinasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Himpunan Psikologi Indonesia, karena masalah yang dihadapi anak-anak bukan hanya masalah kesehatan fisik tapi juga masalah kesehatan mental kesehatan psikologisnya.
"Kita lihat laporan koordinasi lembaga perlindungan anak provinsi misalnya, munculnya masalah psikologis demotivasi, kecemasan, munculnya kekerasan, fobia anak dan sebagainya. Ini pengaruh pada konsentrasi siswa sehingga tentu semua dilakukan dengan pertimbangan matang selain sarana fisik tapi juga sarana psikologis pendampingan psikolog untuk mengatasinya," kata Kak Seto kemudian.