PP Muhammadiyah: Jangan Sampai Mal Buka Masjid Tutup

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir
Sumber :
  • VIVA / Cahyo Edi (Yogyakarta)

VIVA – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut wacana pemerintah mengenai new normal memicu polemik di masyarakat.

Demo Tolak Survei Masjid di Sambhal India Berujung Bentrok dengan Polisi, 5 Orang Tewas

Sebab di satu sisi pemerintah masih melakukan PSBB Namun di sisi lain menyampaikan pemberlakuan relaksasi,” kata Haedar dalam keterangannya diterima VIVA, Kamis, 28 Mei 2020.

Haedar mengatakan, kesimpangsiuran ini sering menjadi sumber ketegangan aparat dengan masyarakat. Bahkan, demi melaksanakan aturan kadang sebagian oknum aparat dinilai menggunakan cara-cara kekerasan.

AQUA & DMI Beri Kesempatan Ibadah Umrah bagi 20 Khadimatul Masjid dari 6 Provinsi di Indonesia

Demikian halnya dengan new normal menurut Haedar, perlu ada penjelasan dari pemerintah tentang kebijakan lanjut.

“Jangan sampai masyarakat membuat penafsiran masing-masing. Di satu sisi, mal dan tempat perbelanjaan mulai dibuka, sementara masjid dan tempat ibadah masih harus ditutup,” kata Haedar.

Menag Ajak Masyarakat Rayakan Tahun Baru dengan "Dekonsentrasi Jalanan"

Hal tersebut, lanjut dia, berpotensi menimbulkan ketegangan besar antara aparat pemerintah dengan umat dan jemaah. Padahal ormas keagamaan sejak awal konsisten dengan melaksanakan ibadah di rumah, yang sangat tidak mudah keadaannya di lapangan bagi umat dan bagi ormas sendiri demi mencegah meluasnya kedaruratan akibat wabah COVID-19.

Lagipula, laporan BNPB menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 masih belum dapat diatasi. Tetapi Pemerintah justeru melonggarkan aturan dan mulai mewacanakan new normal.

Apakah semuanya sudah dikaji secara valid dan seksama dari para ahli epidemiologi. Wajar Jika kemudian tumbuh persepsi publik yang menilai kehidupan masyarakat dikalahkan untuk kepentingan ekonomi,” imbuh Haedar.

Menurut Haedar, Penyelamatan ekonomi memang penting, tetapi yang tak kalah pentingnya adalah keselamatan jiwa masyarakat ketika wabah COVID-19 belum dapat dipastlkan penurunannya.

“Karena itu, Pemerintah perlu mengkaji dengan seksama pemberlakuan new normal dan penjelasan yang objektif dan transparan terutama yang terkait dengan dasar kebijakan new normal
dari aspek utama yakni kondisi penularan COVID-19 di Indonesia saat ini,” kata Haedar.

Selanjutnya, maksud dan tujuan new normal, serta konsekuensi terhadap peraturan yang sudah berlaku, khususnya PSBB dan berbagai layanan publik.


Baca juga: Kongres AS Sahkan UU HAM Uighur, Sanksi bagi China di Depan Mata

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya