Aspri Imam Nahrawi Ungkap Dugaan Aliran Uang Haram ke Achsanul Qosasi

Anggota BPK RI, Achsanul Qosasi.
Sumber :
  • Twitter: Achsanul Qosasi

VIVA – Nama anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi disebut-sebut dalam sidang perkara dugaan suap dana hibah Kemenpora kepada KONI. Achsanul Qosasi diungkapkan pernah kecipratan uang Rp3 Miliar.

Hal itu diungkap asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum ketika bersaksi untuk terdakwa Imam Nahrawi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 15 Mei 2020. Ulum menyebut uang tersebut untuk mengamankan temuan BPK di Kemenpora.

Selain dugaan aliran dana ke BPK, Ulum juga membeberkan dugaan aliran uang ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Diduga uang tersebut untuk pengamanan suatu perkara.

Mulanya, Penasihat Hukum Imam Nahrawi mengkonfirmasi maksud pertemuan Ulum di Arcadia, Jakarta Selatan yang dihadiri Ending Fuad Hamidy (Sekjen KONI) dan Johny Awuy (Bendahara KONI). Ulum menyebut, pertemuan tersebut membahas proposal bernilai puluhan miliar.

"Bahwa saya ditemui saudara Hamidy, Jonny Awuy di Arcadia ?membahas permasalahan proposal Rp 25 miliar yang dicairkan bulan Desember 2017. Proposal Rp 25 miliar itu teperiksa oleh Kejaksaan Agung. Pertama itu yang harus diketahui. 2017 akhir itu pencairannya," kata Ulum saat bersaksi.

Ulum lanjut sedikit menceritakan, bahwa pada Bulan Januari sampai Februari ia kerap ditemui Lina dan Hamidy. Keduanya minta agar temuan-temuan BPK harus diselesaikan. Lina atau Lina Nurhasanah merupakan Wabendum KONI.

”Kejaksaan Agung sekian, BPK sekian dalam rangka pemenuhan penyelesaian perkara. Karena mereka bercerita temuan ini tidak ditanggapi oleh Sesmenpora kemudian bercerita untuk disampaikan ke pak menteri. Saya kemudian mengenalkan seseorang pada Lina meminjamkan uang untuk mencukupi uang itu dulu. Saya meminjamkan uang atas nama saya mengatasnamakan Liquid bersama Lina meminjam uang untuk mencukupi uang Rp 7 miliar untuk mencukupi dulu dari kebutuhan Kejaksaan Agung, terus kemudian Rp 3 miliar untuk BPK, itu yg harus dibuka," kata Ulum.

Majelis hakim lantas meminta Ulum untuk lebih runut dan rinci menjelaskan keterangannya itu. 

"Saudara saksi tolong detail ya, sekian-sekian itu berapa? saudara tau ngga?" ucap hakim Rosmina.

"Tau Yang Mulia. BPK-nya Rp 3 miliar, Kejaksaan Agungnya Rp 7 miliar Yang Mulia,” jawab Ulum.

Namun Ulum tidak menjelaskan asal muasal uang tersebut. Ia hanya mengungkapkan, salah satunya berasal dari KONI.

"Semua uang menyiapkan dulu. Saya membantu Lina waktu itu sekitar Rp 3-5 Miliar.  Lainnya diambilkan dari uang KONI," kata Ulum.

Dalam persidangan, Ulum menyebut kesepakatan terkait pemberian uang itu terjadi antara Ending dan Fery Haju. Menurut Ulum, Ferry Hadju adalah salah satu asisten deputi internasional di prestasi olahraga.

"(Fery Haju) salah satu asdep internasional di prestasi oleharaga yang biasanya berhubungan dengan orang kejagung itu, sama yang BPK (inisial) AQ  itu Mister Y. Mister Y itu kalau ceritanya Fery Haju itu kalau ngga salah Yusuf atau Yunus. Kalau yang ke Kejaksaan Agung itu namanya Fery Kono, yang sekarang jadi sekretaris sekretaris KOI (Komite Olahraga Indonesia)," tutur Ulum.

Penasihat Hukum kembali mengkonfirmasi siapa yang dimaksud inisial AQ, sebagaimana dikatakan Ulum tadi.?

"Bisa disebutkan inisial QA orang BPK yang terima Rp 3 miliar tadi?" tanya salah satu kuasa hukum.

"Achsanul Qosasih," jawab Ulum.

"Kalau yang Kejaksaan Agung?" kata kuasa hukum kembali.

"Andi Togarisman," jawab Ulum.

Ulum mengatakan puluhan saksi dari Kemenpora dan KONI telah diperiksa di Gedung Bundar Kejaksaan. Selain Kepala Bagian Keuangan KONI, Eny Purnawati, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, juga Johnny E Awuy juga pernah diperiksa.

"Betul (pernah diperiksa). Tau (Pihak KONI diperiksa Kejaksaan Agung) karena itulah KONI meminta bantuan wasping," ujar Ulum.

Sebelumnya terungkap di Pengadilan Tipikor Jakarta, aliran dana Rp 7 Miliar dari Kemenpora untuk menyelesikan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung. Itu disampaikan Kepala Bagian Keuangan KONI, Eny Purnawati pada sidang lanjutan perkara suap dana hibah Kemenpora ke KONI dengan terdakwa Mantan Menpora Imam Nahrawi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 18 Maret 2020.

Pramono Anung Akan Siapkan Dana Hibah Rp 300 Miliar untuk Pelaku UMKM

Pada kesempatan itu terdakwa mempertanyakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Eny di KPK soal uang pinjaman untuk mengurus perkara di Kejaksaan Agung.

"Ibu mengatakan disini (BAP) saya diberitahu Pak Johnny E Awuy (Bendahara KONI) bahwa ada pinjaman KONI sebesar Rp 7 M untuk menyelesaikan kasus di Kejaksaan," tanya Imam di persidangan.

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp 13,66 Triliun pada Semester I-2024

"Iya," jawab Eny.

Kemudian Imam menanyakan soal pemanggilan Eny oleh kejaksaan sampai dua kali. "Kasus apa?" tanya Imam.

KPK Geledah Kantor Dinas Peternakan Jatim terkait Kasus Dana Hibah, 2 Koper Dibawa

"Setau saya bantuan KONI dari Kemenpora tahun 2017," jawab Eny.

Dugaan korupsi dana bantuan pemerintah melalui Kemenpora untuk KONI sekitar Rp 26 miliar diketahui merupakan salah satu kasus di Kemenpora yang ditangani Pidsus Kejaksaan Agung. Kasus bermula dari proposal KONI Pusat tertanggal 24 Nopember 2017 kepada Menpora Imam Nahrawi yang berisi permohonan bantuan senilai Rp 26.679.540.000,00.

Pada tanggal 8 Desember 2017, Menpora Imam Nahrawi memerintahkan Deputi 4 bidang Peningkatan Prestasi Olahraga untuk segera menindaklanjuti proposal dari KONI Pusat tersebut. Ini mengingat dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L) Kemenpora Tahun 2017 belum ada peruntukan anggaran untuk merespon proposal KONI tersebut.

Kemenpora melalui Biro Perencanaan kemudian melakukan revisi berdasarkan usulan Deputi 4 bidang Peningkatan Prestasi Olahraga.

Desember 2017, Kemenpora menggulirkan dana bantuan hingga Rp 25 miliar yang dicairkan ke rekening KONI. Penggunaannya diperuntukan dalam rangka pembiayaan program pendampingan, pengawasan, dan monitoring prestasi atlet jelang Asian Games 2018.

Namun diduga telah terjadi penyimpangan dana dalam pelaksanaannya. Diduga sejumlah oknum dari Kemenpora RI dan KONI Pusat membuatkan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran fiktif. Modusnya diduga melalui pengadaan barang dan jasa tanpa prosedur lelang. Hingga Belakangan KPK mengusut kasus serupa melalui operasi tangkap tangan pejabat KONI dan kemenpora.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya