Fadli Zon "Disentil" Jonru Ginting Soal Said Didu

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.
Sumber :
  • YouTube/Kiky Saputri Official

VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon “disentil” oleh seorang penulis bernama lengkap Jon Riah Ukur Ginting atau Jonru Ginting. Ini, lantaran Fadli menyebut kasus yang menyeret Muhammad Said Didu merupakan babak baru dalam perjalanan demokrasi di Indonesia.

Kritikan Keras Said Didu ke Jokowi: Kudeta Partai yang Membesarkannya

Saat ini, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu memang sedang menghadapi proses hukum atas kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ke Bareskrim Polri.

Penyidik Bareskrim sudah melayangkan surat panggilan sebanyak dua kali kepada Said Didu, yakni pada Senin, 4 Mei dan Senin, 11 Mei 2020. Namun, Said Didu mangkir pada kedua panggilan tersebut dengan alasan yang dikirimkan berupa surat ke penyidik Bareskrim.

Saksi Ahli Dilibatkan dalam Perkara Said Didu Kritik PSN di PIK 2, Bakal jadi Tersangka?

Kemudian, Fadli mengomentari kasus yang dialami oleh Said Didu saat ini. Menurut dia, kasus Said Didu adalah sebuah babak baru dalam perjalanan demokrasi di Tanah Air. Apakah demokrasi makin maju atau makin hancur.

“Apakah hukum mengabdi pada penguasa atau mampu mendudukkan kembali konstitusi. Inilah ujian demokrasi kita,” kata Fadli lewat Twitter yang dikutip pada Selasa, 12 Mei 2020.

Said Didu Dicecar 25 Pertanyaan Dalam Pemeriksaan di Polresta Tangerang Terkait Kritik PSN PIK 2

Jonru protes kepada Fadli karena menggunakan istilah babak baru. Tentu saja, Jonru berada dalam satu barisan dengan Said Didu dan Fadli yang merupakan Anggota DPR RI periode 2019-2024.

“Istilah ini seolah-olah mengabaikan kami-kami yang sudah duluan dikriminalisasi. Maaf jika persepsi saya keliru,” kata Jonru merespon cuitan Fadli.

Jonru ikut mendukung perjuangan Said Didu, tapi kriminalisasi terhadap beliau bukanlah babak baru. Sebab, kata dia, tak ada hal baru pada kejadian ini mengingat sebelumnya sudah banyak terjadi kriminalisasi.

Mohon pak @fadlizon bisa bersikap lebih simpati terhadap para korban kriminalisasi lainnya. Semoga pak @fadlizon tidak lupa pada episode lama, karena keluarga saya dulu pernah sowan ke DPR,” ujarnya.

Akhirnya, Faldi mengatakan bahwa yang lalu itu babak pemilu presiden memang penuh kriminalisasi dan ketidakadilan. Makanya, sejarah akan mencatat hal ini. “Kini, babak baru karena memang pemerintahan baru,” jelas Fadli.

Seperti diketahui, Jonru pernah dihukum atas kasus ujaran kebencian lewat Facebook pada 2017. Setelah menjalani proses hukum mulai dari penyidikan hingga penuntutan, akhirnya Jonru divonis 1,5 tahun atau 18 bulan penjara dan denda Rp 50 juta.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menganggap Jonru Ginting terbukti bersalah menyebarkan ujian kebencian lewat Facebook, sebagaimana diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Lalu, Jonru mengajukan permohonan pembebasan bersyarat sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat. Akhirnya, dikabulkan.

Diketahui, Luhut melaporkan Said Didu ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik. Sebab, Said Didu menyebut Luhut hanya memikirkan uang. Hal itu diunggah ke akun Youtube MSD, yang berdurasi 22:45 menit dengan judul ‘MSD: Luhut Hanya Pikirkan Uang, Uang dan Uang’.

Kuasa Hukum Luhut, Riska mengatakan Said Didu disangkakan Pasal 45 Ayat (3) jo Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 Ayat (1), (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Pada panggilan pertama, Said Didu diwakili kuasa hukumnya Letkol CPM (Purn) Helvis untuk menyampaikan agar pemeriksaan dijadwalkan ulang. Sebab, kata Helvis, situasi saat ini lagi pandemi COVID-19 dan diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Pak Said ini sudah usia (uzur), jadi agak rentan, risiko. Kalau Pak Said datang, mungkin suasananya beda lagi," kata Helvis.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya