Potensi Penyimpangan, BPK Temukan 20 Juta Penerima Bansos Tanpa NIK

Ilustrasi Gedung BPK.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) telah menemukan bahwa pemberian bantuan sosial tidak tepat sasaran, baik di pemerintahan pusat maupun pemerintah daerah.

Anggota BPK RI periode 2019-2024, Achsanul Qosasi mengatakan, data kemiskinan yang dipakai untuk memberikan bantuan sosial adalah data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2014.

"Bansos tidak tepat sasaran. Data kita sangat lemah. Data kemiskinan yang dipakai adalah data TNP2K 2014," kata Qosasi seperti dikutip dari Twitter pada Senin, 11 Mei 2020.

Menurut dia, pemutakhiran data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) ini diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah yang memiliki kepentingan melayani rakyatnya seharusnya dilakukan setiap 6 bulan.

Namun, kata dia, BPK sudah memeriksa DTKS tahun 2018 bahwa hasilnya dari 514 Kabupaten/Kota hanya ada 29 Kabupaten yang tertib melakukan pembaharuan data setiap 6 bulan. "Sisanya hanya mengesahkan yang ada, dan dominan unsur politik di daerah," ujarnya.

Menurut dia, tidak adanya pembaruan data akhirnya banyak data yang tidak sepadan, tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang menjadi syarat bantuan sosial.

"Ada 20 juta lebih tanpa NIK, tapi menjadi KPM (Keluarga Penerima Manfaat). Di sinilah letak masalahnya," jelas dia.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019, BPK memeriksa kinerja pengelolaan DTKS dalam penyaluran bantuan sosial tahun 2018-triwulan III tahun 2019 dilaksanakan pada Kementerian Sosial dan DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Nusa Tenggara Timur.

Lemhannas RI dan BPK Kerja Sama Wujudkan Akuntabilitas Tata Kelola Keuangan

Permasalahan 

Alhasil, BPK menemukan sejumlah permasalahan dalam penyaluran bantuan sosial di antaranya pelaksanaan verifikasi dan validasi belum memadai dalam menghasilkan data input yang berkualitas untuk penyaluran bantuan sosial.

BPK menilai Kementerian Sosial mempunyai keterbatasan dalam melakukan koordinasi pelaksanaan verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah, serta belum mempunyai mekanisme untuk memastikan pelaksanaan verifikasi dan validasi sesuai dengan standar yang ditetapkan.

"Akibatnya, DTKS yang ditetapkan oleh Kemensos sebagai dasar penyaluran program bantuan sosial menjadi kurang andal dan akurat," tulis Laporan IHPS II 2019 BPK RI.

Untuk itu, permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah kekurangan penerimaan pada Kementerian Sosial atas sisa saldo program pemerintah (saldo tersimpan di Kartu Keluarga Sejahtera pada Program Bantuan Pangan NonTunai dan Program Keluarga Harapan) di rekening bank penyalur yang belum disetorkan ke kas negara sebesar Rp843,77 miliar.

"Sebagian sudah dikembalikan ke Kas Negara. Itu posisi saat temuan," kata Qosasi.