Terungkap Imam Nahrawi Pernah Minta Taufik Hidayat Urus Kasus Hukum
- ANTARA FOTO/Izaac Mulyawan
VIVA – Mantan bintang bulu tangkis Taufik Hidayat tidak membantah bila adik kandung mantan Menpora Imam Nahrawi, Syamsul Arifin pernah terseret perkara hukum.
Mantan staf khusus Imam Nahrawi itu menyebut persoalan hukum tersebut terkait Asian Games.
Hal itu terungkap saat Taufik Hidayat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara suap pengurusan dana Hibah KONI dan gratifikasi dengan terdakwa Miftahul Ulum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 30 April 2020.
Awalnya, Taufik mengatakan bahwa ia bersama Direktur Perencanaan dan Anggaran Program Satlak Prima Tommy Suhartanto dipanggil Imam ke ruang Menpora.
"Betul (Taufik dan Tommy dipanggil Imam Nahrawi)," kata Taufik saat bersaksi melalui video conference.
Taufik sempat berkelit saat disinggung jaksa KPk mengenai pengakuannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Taufik berdalih pemanggilan dirinya dan Tommy terkait keluh kesah Imam.
"Saya ingatkan di BAP mengenai mengurus masalah hukum adiknya menpora?” Kata jaksa.
"Ya itu hanya cerita aja pak, hanya keluh kesah saja," kata Taufik.
Tak puas, Jaksa kembali mencecar Taufik terkait penyampaian permintaan Imam mengurus perkara yang merundung adiknya. Saat itu, kata Taufik, dirinya sempat memberi saran.
"Bagaimana Menpora menyampaikan mengurus kasus adiknya?” tanya jaksa lagi.
"Beliau berkeluh kesah saja, di situ Beliau cerita ada masalah dengan sosialisasi Asian Games, di situ pak, Beliau menyatakan ini gimana ya dan saya menyarankan ke kuasa hukum Kemenpora karena ini kan Kemenpora, dan saya menyarankan itu," jawab mantan Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas tersebut.
Jaksa lantas kembali membacakan BAP Taufik. Dalam BAP, Imam meminta Taufik berkoordinasi dengan Ulum terkait persoalan hukum Syamsul Arifin.
"Saat itu saya bertanya kepada Imam Nahrawi bantuan apa yang bisa saya bantu dan apa yang harus saya lakukan. Dan dijawab oleh Imam Nahrawi koodinasikan saja dengan Ulum, itu jawaban pak Imam, betul?” kata jaksa.
"Betul," jawab Taufik.
"Beberapa saat setelah pertemuan itu Miftahul Ulum datang menemui saya untuk menanyakan tindak lanjut permintaan Menpora. Saya bilang ke Ulum ‘harus diselesaikan seperti apa, kita kan punya biro hukum, antar instansi’, itu jawaban saudara lalu dijawab oleh Ulum yau dah mas Taufik mau koordinasi dengan siapa nanti kalau ada dana yang dibutuhkan untuk koordinasi tersebut nanti harus kita siapkan’. Ada kalimat pak Ulum seperti itu?" ujar jaksa.
"Betul," jawab Taufik.
Dalam persidangan, Jaksa menelisik lebih jauh terkait sejumlah penerimaan uang oleh Taufik. Jaksa curiga ada penerimaan uang yang beririsan dengan permintaan pengurusan perkara tersebut.
"Keapa mesti melalui saudara uang Rp1 miliar kenapa enggak langsung ke pak Ulum. Apa ada kaitan antara uang Rp1 miliar dengan perintah permintaan pak Menpora kemudian koordinasi melalui Ulum kemudian saudara dimintai uang Rp1 miliar melalui Ucok (mantan pejabat pembuat komitmen Satlak Prima, Edward Taufan Pandjaitan)?" cecar jaksa.
Dalam sidang, Taufik mengaku salah satunya pernah menerima uang Rp1 miliar. Uang itu diantar mantan asisten direktur keuangan Satlak Prima, Reiki Mamesah ke rumah Taufik. Beberapa waktu setelah itu, Ulum datang ke kediaman Taufik untuk mengambil uang tersebut.
"Konteks Rp1 miliar itu untuk urusan apa?” cecar jaksa.
"Saya enggak tau itu uang buat apa," kata Taufik.
Diketahui, Direktorat Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pernah mengusut kasus dugaan korupsi dana sosialisasi Asian Games 2018. Kasus itu menyeret Ikhwan Agus Salim dari PT Hias Prima Gitalis Indonesia (HPGI) jadi tersangka. Adapun Syamsul Arifin sudah diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Syamsul diketahui merupakan pelaksana lapangan kegiatan sosialisasi Asian Games 2018 di Surabaya dari CV Cita Entertainment (CE). Sebenarnya pemenang tender PT HPGI, namun pekerjaan tidak dilaksanakan PT HGPI, tetapi oleh CV Cita Entertainment.
Miftahul Ulum sebelumnya didakwa menerima suap Rp11.500.000.000 bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Uang suap berasal dari mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI, Johnny E Awuy.
Menurut Jaksa, uang itu untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. Dikatakan Jaksa, Miftahul Ulum bersama-sama dengan Imam Nahrawi menerima fee dari Ending Fuad Hamidy dan Johnny E Awuy terkait sejumlah proposal yang diajukan KONI.
Proposal itu yakni terkait bantuan dana hibah pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018. Kemudian, terkait proposal dukungan KONI Pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Selain itu, Ulum juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp8.648.435.682 bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Ulum berperan sebagai perantara uang yang diterima dari berbagai sumber untuk Imam Nahrawi. Sedikitnya ada lima sumber uang gratifikasi yang diterima Ulum untuk kemudian diserahkan ke Imam Nahrawi.
Baca juga: Terbukti Bukan Pengangguran Lolos Kartu Prakerja dan Dapat Sertifikat