Sembuh dari Corona, Menhub Budi Karya Bersedia Sumbang Plasma Darah
- Dokumentasi Kementerian Perhubungan.
VIVA – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dinyatakan sembuh dari COVID-19. Hasil test PCR telah dilakukan dua kali sebelum Budi Karya diizinkan pulang dari rumah sakit. Hasil test tersebut, menyatakan, Budi Karya negatif COVID-19. Dia pun mengaku siap menyumbangkan plasma darahnya untuk pasien positif COVID-19. Hal ini menyusul dengan mulai banyaknya penggunaan plasma darah di berbagai negara sebagai alternatif pengobatan yang menjanjikan bagi pasien COVID-19.
"Sudah dimandatkan oleh RSPAD dan saya mau, anytime diminta darahnya karena darah berguna katanya," kata Menteri Perhubungan dalam Video Conference, Senin 27 April 2020.
Menhub menyebut bahwa tanpa diminta oleh pihak rumah sakit sebelumnya, dia juga telah bersedia untuk memberikan plasma darahnya. Mengingat plasma darah, kata dia dapat membantu proses penyembuhan pasien positif COVID-19 di tanah air.
"Saya enggak ngomong diminta yes, karena tahu berguna bagi masyarakat," kata Menhub Budi Karya.
Sebelumnya diberitakan plasma darah dapat dijadikan antibodi untuk para penderita COVID-19, sehingga bisa membantu proses penyembuhan. Dilansir dari laman ABC News, orang yang telah terinfeksi COVID-19, lalu diberikan plasma darah dari pasien yang dinyatakan sembuh COVID-19, plasma darah itu akan membantu mereka membentuk antibodi untuk melawan virus tersebut.
Sekitar 21 hingga 28 hari setelah seseorang pulih, darah dapat diambil untuk mencari antibodi yang terbaik. Antibodi itu nantinya akan terkumpul dan bisa ditemukam di plasma, komponen cairan darah. Nantinya plasma darah itu diberikan kepada pasien, dan diharapkan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan berpotensi memberikan perlindungan kepada mereka.
Menurut protokol program data awal studi COVID-19 di Amerika menunjukkan bahwa dosis 200 ml plasma darah memberikan hasil positif bagi beberapa pasien. Di Amerika sendiri pengobatan menggunakan plasma darah untuk pasien COVID-19 ini telah dilakukan sejak akhir Maret lalu di New York dan Texas di bawah FDA.
Meski memiliki harapan untuk pengobatan pada pasien COVID-19, tetapi Presiden British Pharmacological Society, Profesor Munir Pirmohamed, mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam mengaplikasikan treatmen ini.
“Penting juga untuk diingat bahwa ada masalah keamanan potensial dengan plasma darah, termasuk penularan agen lain dan peningkatan antibodi penyakit. Bahkan jika terbukti bekerja, skalabilitas untuk mengobati sejumlah besar pasien dapat menjadi masalah," kata dia.
Untuk diketahui, treatment pengobatan menggunakan plasma darah sendiri bukan pertama kali ini dilakukan. Penggunaan plasma darah untuk pengobatan pasien pernah dilakukan sebelum pandemi flu Spanyol di tahun 1918.