Simalakama Stafsus Hingga Desakan Jokowi Setop Proyek Ruangguru

Pendiri dan Direktur Utama Ruangguru Belva Devara bersama salah satu Master Teacher Ruangguru saat mengajar kelas melalui Sekolah Online Ruangguru Gratis di aplikasi Ruangguru.
Sumber :

VIVA – Adamas Belva Syah Devara atau akrab dikenal Belva Devara, akhirnya mundur dari jabatan Staf Khusus milenial Presiden Republik Indonesia pada Selasa, 21 April 2020. Belva memang jadi sorotan publik, karena perusahaannya Ruangguru menjadi mitra pemerintah untuk memberi pendampingan kepada para pengangguran melalui program kartu prakerja.

“Saya sampaikan informasi terkait pengunduran diri saya sebagai Staf Khusus Presiden,” kata Belva melalui surat terbuka yang diunggah ke instagram.

Menurut dia, pengunduran diri tersebut sudah disampaikan dalam bentuk surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) tertanggal 15 April 2020, dan disampaikan langsung kepada Presiden Jokowi pada 17 April 2020.

“Saya berterima kasih kepada Bapak Presiden Joko Widodo yang telah memahami dan menerima pengunduran diri saya,” ujarnya.

Berikut surat terbuka Belva Devara, CEO Ruang Guru:

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua. Semoga di masa pandemi ini kita diberikan kesehatan dan kekuatan dari Allah yang Maha Penyayang.

Berikut ini saya sampaikan informasi terkait pengunduran diri saya sebagai Staf Khusus Presiden. Pengunduran diri tersebut telah saya sampaikan dalam bentuk surat kepada Bapak Presiden tertanggal 15 April 2020, dan disampaikan langsung ke Presiden pada tanggal 17 April 2020.

Seperti yang telah dijelaskan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dan Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja (PMO), proses verifikasi semua mitra Kartu Prakerja sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku, dan tidak ada keterlibatan yang memunculkan konflik kepentingan. Pemilihan pun dilakukan langsung oleh peserta pemegang Kartu Prakerja.

UI Menangkan Ruangguru Business Inovation Challenge 2021

Namun, saya mengambil keputusan yang berat ini karena saya tidak ingin membuat polemik mengenai asumsi atau persepsi publik yang bervariasi tentang posisi saya sebagai Staf Khusus Presiden menjadi berkepanjangan, yang dapat mengakibatkan terpecahnya konsentrasi Bapak Presiden dan seluruh jajaran pemerintahan dalam menghadapi masalah pandemi COVID-19.

Saya berterima kasih kepada Bapak Presiden Joko Widodo yang telah memahami dan menerima pengunduran diri saya. Walau singkat, sungguh banyak pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan dari pekerjaan sebagai Stafsus Presiden. Saya merasakan betul bagaimana semangat Bapak Presiden Jokowi dalam membangun bangsa dengan efektif, efisien, dan transparan. Sehingga di manapun saya berada, di posisi apapun saya bekerja, saya berkomitmen mendukung Presiden dan Pemerintah untuk memajukan NKRI.

Keberadaan Stafsus Milenial Dinilai Belum Ada Manfaatnya

Dengan ini, saya juga ingin menjelaskan bahwa saya tidak dapat merespon pertanyaan-pertanyaan media dalam beberapa hari terakhir karena saya ingin fokus dalam menyelesaikan hal ini terlebih dahulu. Terima kasih untuk teman-teman yang telah menghormati dan menghargai keputusan saya tersebut.Semoga kita semua bisa segera keluar dari masalah pandemi yang berat ini,” tulisnya.

Bos Ruangguru Ungkap Cara Agar Siswa Tak Bingung di Tahun Ajaran Baru

Keputusan Belva tampaknya tidak meredam polemik di publik. Masalah baru malah muncul karena dan menjadi polemik. Sorotan paling tajam adalah soal ruangguru yang jadi mitra kartu prakerja tersebut.

Setop Proyek Ruangguru

Keputusan Belva mundur karena ingin menghindari polemik antara jabatannya sebagai staf khusus Presiden dan perusahaannya sebagai mitra program kartu prakerja diapresiasi. Namun ada hal lain yang didesak kepada Presiden Jokowi.

Politikus Partai Demokrat, Rachlan Nashidik, mengapresiasi keputusan Belva. Itu menunjukkan sikap yang bertanggung jawab dan juga menunjukkan masih ada etika publik di Indonesia.

"Bagus, Ini memberi kesan baik dan bertanggung jawab bagi dirinya. Kini kita bisa bilang bahwa etika publik masih memiliki tempat terhormat di republik ini," kata Rachland dilansir dari VIVAnews, Rabu 22 April 2020.

Jokowi, kata Rachland juga telah memberikan contoh yang baik dengan mengizinkan Belva mundur. Namun ada satu hal penting yang harus dilakukan Jokowi, yakni membatalkan penunjukkan aplikasi untuk pelatihan yang jadi mitra kartu prakerja.

"Dan yang lebih penting membatalkan proyek pelatihan online yang tak relevan saat ini dan cuma menguntungkan perusahaan platform digital," ucap Rachlan. 

Rachland meminta, dana tersebut agar dialihkan menjadi dana Bantuan Langsung Tunai atau BLT. Karena saat ini, bantuan tersebutlah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Selain itu, dampaknya juga akan lebih banyak. Salah satunya yakni dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat. "Lebih baik alihkan dananya jadi BLT agar rakyat bisa belanja kebutuhan hidup sehari-hari dan multiplier effectnya menggerakkan ekonomi," kata dia.

Transparansi Setneg Soal Stafsus

Atas kasus Belva, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengajukan permohonan mendapat informasi publik ke Kementerian Sekretariat Negara. Permohonan diajukan melalui surat yang dikirimkan pada Selasa kemarin.

Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan, permohonan informasi dilakukan sebab Kementerian Sekretariat Negara tidak menyediakan informasi berupa Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Staf Khusus Presiden.

“ICW meminta Kementerian Sekretariat Negara untuk segera membuka informasi mengenai Keputusan Presiden tentang pengangkatan 13 orang Staf Khusus Presiden,” kata Wana dalam keterangannya dilansir dari VIVAnews. 

Wana menuturkan, informasi tersebut harus bisa diakses oleh publik luas. Karena hal tersebut sesuai dengan Pasal 21 UU KIP, dimana Kementerian Sekretariat Negara harus memberikan informasi tersebut dengan prinsip cepat dan tepat waktu.

Diketahui, pada 21 November 2019 Presiden Joko Widodo telah menunjuk 13 orang Staf Khusus, tujuh di antaranya merupakan orang baru yang berusia muda. Sejak diangkat jadi pembantu presiden, publik tidak pernah mengetahui secara jelas dan pasti tugas yang diemban para Staf Khusus (Stafsus) dan dasar hukum mengenai pengangkatannya.

Pasal 21 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden menyatakan pengangkatan dan tugas pokok Staf Khusus Presiden ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Namun berdasarkan pantauan ICW pada tanggal 21 April 2020, Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Staf Khusus Presiden tidak ditemukan dilaman setneg.go.id. 

Hal itu tak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. UU KIP telah mengatur ihwal informasi yang wajib tersedia setiap saat. Dalam Pasal 11 ayat 1 diatur bahwa keputusan dan kebijakan badan publik wajib disediakan setiap saat.

Aturan turunan dari UU 14/2008 yakni Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik kembali mempertegas kewajiban badan publik. Dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b poin 6 dijelaskan bahwa informasi mengenai peraturan, keputusan dan/atau kebijakan yang telah diterbitkan wajib disediakan oleh Badan Publik.

Wana menegaskan, keterbukaan informasi mengenai Keputusan Presiden terkait pengangkatan Staf Khusus sangat diperlukan oleh publik. “Polemik ini semakin diperuncing dengan ketiadaan informasi yang jelas mengenai tugas dan tanggung jawab staf khusus beserta dasar hukum pengangkatannya,” imbuh Wana. 

Belva Terancam 8 Tahun Penjara

Meski telah mengundurkan diri, keputusan Belva bak buah simalakama (serba salah). Ia terancam diseret ke ranah hukum sebagai tindak pidana penyalahgunaan jabatan.

Diketahui, program pengembangan kompetensi kerja di bawah naungan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian. Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai mengatakan, bagaimanapun juga, seorang menteri tak bisa main tunjuk langsung seperti itu. Apalagi perusahaan swasta tersebut milik seorang pejabat negara.

Mantan Komisioner Komnas HAM itu merinci bahwa dugaan kasus Belva mirip dengan kasus korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga air di Papua yang melibatkan mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu. Di mana dalam kasus korupsi senilai Rp 43 miliar tersebut, meski dengan tetap melalui proses pelelangan, PT KPIJ selaku pemenang tender sesungguhnya merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnya milik Barnabas Suebu dan keluarganya.

"Mengundurkan diri tdk berarti menggugurkan tindakan Pidana Penyalagunaan Jabatan & nepotisme. Perbuatan Belva sama dgn Bas Suebu bisa dituntut pidana 8 thn penjara," tulis Pigai di Twitternya.

Baca: Mundur dari Stafsus Presiden, Belva Bisa Terancam 8 Tahun Penjara

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya