Tolong! Masih Banyak Korban Gempa Palu di Penampungan Dihantui Corona
- ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah
VIVA – Kota Palu Sulawesi Tengah kini sedang dihadapkan permasalahan baru yang kini juga menjadi pembicaraan dunia pada masa wabah Corona COVID-19. Setelah pada tahun 2018 dilanda gempa cukup hebat, kini mereka harus terancam dengan adanya COVID-19.
Sebagai informasi, sesudah dilanda gempa berkekuatan 7,4 SR pada tahun 2018 silam puluhan ribu warga masih bertempat tinggal di tempat penampungan sementara sampai saat ini. Pemerintah Palu juga baru saja mulai membangun fasilitas kesehatan yang bertepatan dengan COVID-19 sampai di Indonesia.
Untuk diketahui, gempa tersebut menewaskan 4.845 orang dan menghancurkan lebih dari 100 ribu rumah di wilayah pesisir Provinsi Sulawesi Tengah. Gempa itu juga memicu Tsunami yang begitu cepat datangnya dan membuat para ahli geologi terkejut.
Dikutip dari Aljazeera pada hari Selasa, 21 April 2020, penduduk setempat yang masih tinggal di tempat penampungan kini dihantui mewabahnya virus mematikan COVID-19. Apa yang terjadi apabila virus tersebut menyebar di tempat penampungan yang kini menjadi rumah bagi puluhan ribu orang di seluruh kota itu.
"Segera, setelah pemerintah mengatakan ada kasus di Palu, saya mulai panik," ujar warga di penampungan, Tari Talijama yang merupakan seorang ibu dengan tiga anak.
"Tapi sampai seseorang diuji positif, semua orang akan menjalani kehidupan mereka secara normal. Orang-orang berpikir panas akan membunuhnya," tambahnya.
Sulit Jaga Jarak
Tempat penampungan yang saat ini masih ditempati oleh puluhan ribu orang korban tsunami dan gempa di Palu itu ternyata mempunyai kendala yang cukup merepotkan. Imbauan untuk melakukan social distancing nyatanya tidak dapat dilakukan di sini.
"Tempat perlindungan ini jauh dari layak untuk tindakan jarak fisik. Setiap keluarga tinggal di daerah yang kurang dari 215 meter persegi dan tanpa ventilasi yang memadai,” tutur David Pakaya, dokter sekaligus dosen medis di Universitas Tadulako Palu.
Pemerintah juga sudah membangun 699 tempat penampungan sementara yang dekat dengan hampir 9 ribu orang. Dua belas keluarga harus berbagi empat kamar mandi dan satu dapur.
Sementara itu tempat penampungan yang dibuat oleh yayasan swasta, ada ribuan orang lebih harus menetapi gubuk kecil, satu kamar dengan atap besi dan kamar mandi bersama untuk orang banyak.
"Kami kembali menghadapi krisis kedua karena kami masih (mencoba) pulih dari yang terakhir (Tsunami 2018). Beberapa teman yang baru saja mulai pulih, tapi kami kembali dihadapkan oleh virus ini,” jelas Ketua sebuah LSM lokal yang berfokus pada pemberdayaan perempuan, Dewi Rana.
Tinggal di Tenda
Seperti yang diketahui, fasilitas kesehatan masih belum dibangun kembali. Banyak warga masih tinggal di tenda darurat yang didirikan tepat setelah bencana gempa dan tsunami pada bulan September 2018 silam.
Kondisi seperti ini pun dinilai bisa menjadi tempat berkembang biaknya virus tersebut ujar para ahli kesehatan.
"Jika SARS-CoV-2 virus menginfeksi salah satu tempat penampungan orang, itu akan menyebar dengan mudah," kata ahli Kesehatan Statistik dan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono.
Permasalahan itu juga dikombinasikan dengan fasilitas rumah sakit yang kini masih minim.
"Itu akan menjadi bencana dan meningkatkan jumlah kematian dalam kondisi seperti itu,” kata dia.
Sulawesi Tengah sendiri sudah mendeteksi ada 24 kasus positif virus Corona COVID-19. Namun ratusan orang lainnya juga diduga berpotensi terinfeksi termasuk pejabat setempat yaitu Bupati Morowali Utara, Tim dan Keluarganya dinyatakan positif serta tiga kematian telah tercatat.
Makanan dan Air
Nutrisi yang buruk nyatanya dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan pasokan air yang tidak konsisten membuatnya menjadi lebih sulit untuk menjaga kebersihan fasilitas dan juga indivdu secara pribadi.
Sementara di tempat penampungan sementara termasuk ditemukan masalah gizi, stres psikososial, penyakit degeneratif, dan penyakit menular lainnya seperti tuberkulosis, dan demam berdarah, yang semuanya dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Daerah ini juga terus memperlihatkan tingginya kasus infeksi pernapasan sebagai akibat dari debu yang berasal dari puing-puing infrastruktur yang hancur dan gaya hidup tidak higienis.
Rumah Baru Belum Selesai
Tahun lalu para pejabat mengatakan rumah baru yang dibuat oleh pemerintah akan selesai pada akhir 2019, tetapi nyatanya sampai hari ini masih belum ada yang selesai. Ribuan orang juga masih belum menerima tiga jenis bantuan yang sudah dimandatkan oleh pemerintah.
Bantuan itu di antaranya adalah dua bulan kompensasi harian, kompensasi atas kematian anggota keluarga dan uang untuk membangun kembali rumah.
Baca juga: Pria Menggorok Pacar lalu Menggoreng Kakinya untuk Disantap