Pernyataan Penting BMKG Soal Suara Dentuman Misterius di Jakarta
VIVA – Gunung Anak Krakatau di Perairan Selat Sunda antara Provinsi Banten dan Lampung meletus hebat Jumat malam 10 April 2020. Letusan bahkan terus terjadi hingga Sabtu dini hari 11 April 2020.
Namun, di saat bersamaan, masyarakat di Jakarta dihebohkan dengan pengakuan banyak orang yang menyebut mendengar suara dentuman. Suara dentuman disebutkan berasal dari arah barat Jakarta.
Sejauh ini Badan Geologi dengan nyata telah memastikan bahwa suara itu tak berasal dari letusan Gunung Anak Krakatau. Dan itu telah dibuktikan dengan laporan petugas di Pos Penamatan Gunungapi Krakatau di Desa Pasauran, Kabupaten Serang, Banten.
Sementara itu, yang terbaru Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika juga mengeluarkan pernyataan tentang suara dentuman yang meresahkan itu. Dan BMKG memastikan suara dentukan tidak terkait adanya aktivitas gempa, meski terdeteksi pada malam Gunung Anak Krakatau meletus terjadi gempa di Selat Sunda.
Berikut pernyataan BMKG:
Terkait dengan peristiwa erupsi Gunung Anak Krakatau tersebut di atas maka hasil monitoring muka laut oleh BMKG menunjukkan sebagai berikut:
Hasil monitoring muka laut menggunakan tide gauge di Pantai Kota Agung, Pelabuhan Panjang, Binuangen,dan Marina Jambu menunjukkan TIDAK ADA ANOMALI perubahan muka laut sejak 10 April 2020 pukul 21.00 WIB tadi malam hingga pagi ini 11 April 2020 pukul 6.00 WIB
Semetara itu, hasil monitoring muka laut menggunakan Radar Wera yg berlokasi di Kahai, Lampung dan Tanjung Lesung, Banten juga menunjukkan TIDAK TERJADI ANOMALI muka laut sejak 10 April 2020 pkl 21.00 tadi malam hingga pagi ini 11 April 2020 pukul 6.00 WIB.
Sehingga berdasarkan monitoring muka laut yang dilakukan BMKG menggunakan Tide Gauge dan Radar Wera menunjukkan bahwa erupsi Gunung Anak Krakatau tadi malam pada tanggal 10 April 2020 pukul 21.58 WIB tidak memicu terjadinya tsunami.
Hasil monitoring kegempaan yang dilakukan oleh BMKG tepat pada saat terjadinya erupsi yaitu pukul 21.58 WIB dan pukul 22.35 WIB menunjukkan bahwa sensor BMKG tidak mencatat adanya aktivitas gempa.
Sehingga erupsi Gunung Anak Krakatau kali ini berdasarkan catatan sensor BMKG lebih lemah dibandingkan erupsi yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu.
Ada satu hal menarik terkait hasil monitoring seismik oleh BMKG dimana pada pukul 22.59 hingga 23.00 WIB beberapa sensor seismik BMKG baik eksisting dan sensor baru yang dipasang tahun 2019 mencatat adanya event gempa di Selat Sunda dengan sangat baik.
Sensor seismik BMKG tersebut adalah (1) CGJI (Cigeulis, Banten), (2) WLJI (Wonosalam, Banten), (3) PSSM (Pematang Sawah, Lampung), (4) LLSM (Limau, Lampung), (5) KASI (Kota Agung, Lampung), (6) CSJI (Ciracap, Jawa Barat), dan (7) KLSI (Kotabumi. LAMPUNG)
Hasil analisis BMKG terkait event gempa tersebut menujukkan telah terjadi gempa di Selat Sunda pada pukul 22.59 WIB dengan magnitudo M 2,4 dengan episenter pada koordinat 6,66 LS dan 105,14 BT tepatnya di laut pada jarak 70 km arah Selatan Baratdaya Gunung Anak Krakatau pada kedalaman 13 kilometer. Gempa ini tidak dirasakan oleh masyarakat dan tidak berpotensi tsunami.
Terkait suara dentuman yg beberapa kali terdengar dan membuat resah masyarakat Jabodetabek, maka sejak tadi malam hingga pagi hari ini pukul 06.00 WIB hasil monitoring BMKG menunjukkan tidak terjadi aktivitas gempa tektonik yang kekuatannya signifikan di wilayah Jabar, Jakarta dan Banten.
Meskipun terjadi aktivitas gempa di Selat Sunda pada pukul 22.59 WIB dengan magnitudo M 2,4 tetapi gempa ini kekuatannya tidak signifikan dan tidak dirasakan oleh masyarakat.
Sementara itu hasil monitoring petir menggunakan peralatan lightning detector menunjukkan bahwa sejak tadi malam hingga pagi ini tidak terjadi aktivitas petir. Berdasarkan data tersebut maka BMKG memastikan bahwa suara dentuman tersebut tdk bersumber dari aktivitas gempa tektonik dan petir.
Baca: Misteri Suara Dentuman di Jakarta Terkuak, Bukan dari Gunung Krakatau